
Amanat.id– Di hari kedua Pengenalan Budaya Akademik (PBAK) terdengar riuh mahasiswa baru Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) yang tengah berbaris penuh semangat menyuarakan orasi dan aksi yang bertajuk “Komersialisasi Pendidikan” di depan Landmark Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Rabu (13/8/2025).
Ketua DEMA FITK, Muhammad Novan Heromando menjelaskan bahwa aksi ini tumbuh organik sebagai bentuk luapan ekspresi dari mahasiswa baru FITK dalam memandang dunia pendidikan saat ini.
“Ini merupakan bentuk ekspresi organik dari mahasiswa baru dalam memandang dunia pendidikan,” jelasnya.
Ia juga mengatakan sampai hari ini negara masih berkutat dalam kepentingan yang mengutamakan isi perut daripada isi kepala.
“Perhari ini negara masih mementingkan isi perut dari pada isi kepala,” ucapnya.
Novan menambahkan, seharusnya negara mampu mementingkan keduanya sekaligus baik perihal pendidikan maupun isi perut rakyat agar berjalan selaras.
“Seharusnya dua hal ini bisa berjalan beriringan,” tuturnya.
Ia juga menolak pendidikan mahal di indonesia yang cenderung tidak berpihak pada rakyat.
“Pendidikan untuk siapa? Negara atau rakyat, kenapa bisa mahal sekali?,” katanya.
Ketua DEMA UIN Walisongo, Muhammad Mu’tasim Billah mengatakan UIN Walisongo merupakan kampus merdeka yang independen dan menjaga kebebasan berekspresi.
“Ini kan kampus merdeka yang memiliki independensi menjaga kebebasan berekspresi mahasiswanya,”ucapnya.
Ia menambahkan kampus memiliki peran sebagai sarana untuk mahasiswa dapat menuangkan nilai kritis dan aktifnya.
“Kampus juga berperan sebagai ruang mengaktualisasikan nilai kritis dan nilai aktif,”katanya.
Tasim juga mengatakan PBAK bukan hanya sebagai bentuk penyambutan, melainkan momentum pengenalan bahwa mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial sebagai agent of change.
“Momentum PBAK bukan hanya penyambutan, tapi untuk pengenalan bahwa mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial dan moral,”tuturnya
Mahasiswa baru Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), Humam Falatihan menyatakan aksi tersebut merupakan bentuk ekspresi penolakan terhadap mahalnya biaya pendidikan.
“Aksi ini bentuk ekspresi penolakan dari mahalnya tarif untuk menempuh pendidikan,” tuturnya.
Humam juga menambahkan bahwa fenomena mahalnya biaya pendidikan menimpa dirinya.
“Saya juga merasakan hal tersebut,” ucapnya
Humam memaparkan penolakanya terhadap program tambahan, seperti ma’had yang memiliki dampak menambah beban tarif pendidikan.
“Saya tidak setuju program ma’had dari kampus yang ditambahkan karna berimbas memahalkan tarif pendidikan,” tutupnya.
Reporter: Muhammad Geizka Arielta
Editor: Melini Rizki