• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Minggu, 5 Februari 2023
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Zaman Sampah Visual

Hidup manusia saat ini hanya dikendalikan oleh pelbagai macam sampah

Sigit A.F by Sigit A.F
5 tahun ago
in Artikel, Opini
0
ilustrasi kepala manusia yang dipenuhi oleh sampah. (dok. internet).

Globalisasi menuntut manusia untuk terus menggikutinya, dalam mode, fasion; gaya hidup ala masyarakat modern. Jika tidak ingin dikatakan ketinggalan zaman, masyarakat harus mengikuti perkembangan, mengkonsumsi keluaran terbaru produk industrial. Pikiran ini telah terkonstruk sedemikian rupa, seolah menjadi common sense dalam kehidupan masyarakat sosial.

Pada era Karl Marx (1818-1883), orang yang menguasai zaman adalah orang-orang yang memegang kunci-kunci produksi. Namun, hari ini, tidak ada gunanya di masyarakat, orang yang mempunyai harta berlimpah namun konsumsinya sangat biasa. Manusia hanya akan mempunyai status sosial jika konsumsinya mewah, biarpun secara tataran masyarakat, orang tersebut dalam kelas menenggah ke bawah, bukan golongan elit. Ada pergeseran dari produksi ke komsumerisme yang luar biasa.

Jauh sebelum ‘virus’ ini masuk dalam ruang-ruang diskusi akademisi di Indonesia, Jean Baudrillard (1978) telah membahasanya dalam konteks masyarakat eropa. Bahwa di era kapitalis lanjut, mode of production telah digantikan oleh mode of consumption, Sehingga semua aspek kehidupan manusia tidak lebih hanya sebagai obyek. Sejatinya, manusia adalah subyek dan semua yang di luar dirinya adalah obyek. Namun, kini, baik manusia maupun yang di luar dirinya adalah sama.

Menurut Baudrillard, dalam sistem kapitalis, hubungan manusia telah ditransformasikan dalam hubungan obyek yang dikontrol oleh kode atau tanda tertentu. Perbedaan status dimaknai sebagai perbedaan konsumsi tanda, sehingga kekayaan diukur dari bayaknya tanda yang dikonsumsi. Baudrillad menyebut hal yang demikian sebagai simulakra; realitas palsu yang tak ada arti esensialnya. Sebuah realitas semu, yang seolah masyarakat digiring untuk percaya bahwa itu nyata.

Hal ini, sangat berpengaruh dalam eksistensi setiap manusia yang melihatnya, baik secara individu maupun komunal. Berbagai spanduk berikut banner di pinggiran jalan akan “mendistorsi” alam pikiran manusia. Sebagai misal, “suatu hari saya berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan, tiba-tiba saya terpesona dengan sebuah iklan HP keluaran terbaru yang terpampang pada salah satu banner. Saya ingin memilikinya, namun saya tak memiliki cukup uang untuk membelinya, seketika timbul perasaan tertekan dalam diri—betapa miskinnya saya—alam pikiran saya terdistorsi (baca: tertindas) sedemikian rupa. Sehingga, rusaklah hari saya yang indah seketika itu juga”.

Baca juga

Pergeseran Makna Cancel Culture di Media Sosial

Ngeri-Ngeri Sedap: Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga

Bahaya Flexing di Media Sosial

Bagaimana Nasib Generasi Emas 2045?

Sebagaimana yang pernah diwacanakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudaayan (Kemendikbud) 2012, akan lahir generasi emas pada 2045, tepat 100 tahun Indonesia merdeka. Mengingat pada periode tahun 2010 sampai dengan 2035, bangsa Indonesia dikarunia potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya sangat luar biasa; bonus demografi.

Namun, kondisi hari ini berbeda saat wacana generasi emas 2045 dikeluarkan. Ada sebuah arus yang luar biasa deras, yang secara masif merubah perilaku generasi muda. Sebuah ketergantungan pada media sosial—whatsapp, instagram, yotube, twitter, facebook—yang ‘akut’.
Tenaga pemuda hari ini seolah habis untuk mengurusi apa yang tak seharusnya. Media sosial, tempat segala hal dipublikasikan, gaya hidup;mode , fasion, semua yang ada di sana, tak lebih hanya untuk perang tanda (baca: perang gaya).

Sampah visual hari ini, tidak lagi hanya sekedar iklan yang terpampang disepanjang jalan, disiarkan TV, disuarakan radio, tapi berkembang lebih luas, masuk ruang-ruang terprivat dalam diri manusia. Gaya hidup seseorang yang sengaja diumbar di media sosial, menjadi sampah visual bagi lain. Implikasinya, Sampah itu akan masuk dalam alam pikir sesorang yang pada akhirnya akan menyetir perilakunya.

Pada level tertentu, segala tindakan seseorang—yang alam fikirannya telah terkonstruk oleh sampah visual—tak lebih hanya untuk memenuhi keinginannya untuk terus mengkonsumsi tanda. Oleh sebab itu, segala tindakan terkadang kehilangan artinya. Hal itu yang menjelaskan, mengapa misalkan pemuda hari sering galau tiba-tiba, merasakan keterasingan dalam kehidupan sosial yang luar biasa dalam. Mereka terlalu banyak ‘dicekokki’ oleh tanda-tanda yang meresahkan (baca: menindas) hidupnya setiap hari.

Akankah generasi emas 2045 terwujud? Jawabannya sangat tergantung. Dapatkah pemuda hari ini, memposisikan dirinya dengan pengaruh gaya hidup di dunia maya yang tak bisa dibendung. Jika, pemuda hari ini gagal memposisikan dirinya, generasi emas yang dicita-citakan pemerintah bisa saja meleset menjadi generasi maya.

Oleh: Sigit A.F
Pegiat di SKM Amanat

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: generasi emas 2045jean baudrillardsampah visualsimulakra
Previous Post

Arti Saka Guru pada Masjid Demak

Next Post

Memutus Rantai Pernikahan Anak

Sigit A.F

Sigit A.F

Gunung, senja, nada, dan kata-kata.

Related Posts

cancel culture di media sosial
Artikel

Pergeseran Makna Cancel Culture di Media Sosial

by Redaksi SKM Amanat
6 Desember 2022
0

...

Read more
ngeri-ngeri sedap komunikasi anak dan orang tua

Ngeri-Ngeri Sedap: Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga

1 Desember 2022
flexing di media sosial

Bahaya Flexing di Media Sosial

13 November 2022
perdebatan di media sosial

Saat Celetukan Ringan di Media Sosial Menjadi Perdebatan Panjang

2 November 2022
cancel culture

Maraknya Tren “Cancel Culture”; Seberapa Parahkah?

31 Oktober 2022

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
Pelantikan DEMA UIN Walisongo

Studium General DEMA UIN Walisongo, Aziz Hakim Bahas Implementasi Mahasiswa Aktivis

1 Februari 2023
Mahasiswa UIN Walisongo kena tipu online

Mahasiswa UIN Walisongo Kena Tipu Online, Rugi 8 Juta Lebih

5 Januari 2023
pentingnya jurnalisme data

Jurnalisme Data dalam Bercerita

30 Januari 2023
FISIP UIN Walisongo

Keluarga Mahasiswa Korban Penipuan Berharap Dapat Bantuan Dari Kampus

5 Januari 2023
Load More
Amanat.id

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Send this to a friend