Amanat.id- Aliansi Mahasiswa Walisongo (AMW) bersama Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan Senat Mahasiswa (SEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo menggelar aksi lanjutan terkait permasalahan wajib ma’had di depan landmark Kampus 3, Jumat (11/8/2023).
Melihat hal tersebut, Wakil Rektor (WR) III, Kepala Bagian (Kabag) Akademik dan Kemahasiswaan, serta Biro Akademik dan Kemahasiswaan pun mendatangi lokasi kejadian.
WR III UIN Walisongo, Achmad Arief Budiman mengatakan bahwa kekurangan adalah hal wajar, yang terpenting adalah berupaya melakukan perbaikan.
“Kalau ada kekurangan dalam sebuah pelaksanaan kegiatan itu wajar, yang penting bukan kemudian kita berkutat dan berhenti pada kesalahan yang dilakukan, melainkan ada komitmen dan berupaya melakukan perbaikan,” ujarnya saat diwawancarai oleh tim Amanat.id.
Ia menyebutkan bahwa press release yang dikeluarkan pada Kamis (10/8/2023) merupakan bagian dari upaya perbaikan dalam pengelolaan Ma’had Al-Jami’ah serta Pondok Mitra.
“Press release kemarin itu bagian dari upaya kita untuk melakukan perbaikan, bukan hanya dalam pelaksanaan pengelolaan di Ma’had Al-Jami’ah, tetapi juga di pesantren kita,” tambahnya.
Achmad mengatakan bahwa dalam waktu secepatnya akan melakukan evaluasi dalam pengelolaan ma’had dan pondok mitra.
“Dalam waktu secepatnya melakukan evaluasi karena kami dulu juga sudah menerapkan standar, misalnya dimensi kamar yang akan ditempati oleh mahasiswa itu minimal, semisal 3×3 meter itu hanya boleh dihuni oleh empat santri, tidak boleh lebih karena kalau lebih sangat tidak manusiawi,”
“Kemudian satu toilet hanya boleh digunakan oleh sepuluh mahasiswa, sehingga nanti akan diukur, misalnya ada 40 mahasiswa maka minimal harus ada empat toilet.” terangnya.
Selain itu, ia menjelaskan setiap pengajar harus dapat melakukan pembinaan sepuluh santri.
“Pengajar harus mendasarkan rasio 1:10 untuk satu pengajar harus dapat melakukan pembinaan sepuluh santri. Ini hanya bagian-bagian standar yang dijadikan tolok ukur untuk menentukan pesantren mitra itu memenuhi kualifikasi atau tidak,” jelas Achmad.
Menurutnya, program per-ma’had-an tersebut merupakan upaya untuk membina mahasiswa.
“Ini merupakan sebuah program yang kita harapkan dapat melakukan pembinaan bagi mahasiswa serta sebagai ikhtiar untuk meningkatkan kompetensi pemahaman keislaman mahasiswa dan menanamkan karakter yang luhur, terutama juga sikap moderasi beragama,” ucapnya.
Di akhir, Achmad mengucapkan rasa terima kasih atas masukan-masukan yang telah disampaikan.
“Kami sangat berterima kasih atas masukan-masukan yang disampaikan oleh mahasiswa, mulai dari katering, situasi kamar yang barangkali terlalu berjubel untuk tempat pembentukan mahasiswa, kamar mandi, dan sebagainya,” pungkasnya.
Reporter: Salsabila Alifia
Editor: Revina