Amanat.id- Merespons beberapa permasalahan wajib ma’had yang tengah menjadi sorotan publik, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo mengeluarkan Press Release Nomor: 3853/Un.10.0/R3/Km.02.05/08/2023, Kamis (10/8/2023).
Press release tersebut ditandatangani langsung oleh Wakil Rektor (WR) III, Arief Budiman.
Adapun poin-poin yang tertera dalam press release tersebut adalah:
- Program per-ma’had-an bagi mahasiswa baru UIN merupakan program mandatori dari Kementerian Agama melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 7272 Tahun 2019 tentang Pedoman Implementasi Moderasi Beragama pada Pendidikan Islam melalui program ma’had untuk mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI)
- Telah dilakukan evaluasi terhadap mutu layanan katering dan memberlakukan uji petik secara rutin sebagai upaya penjaminan mutu untuk periode selanjutnya
- Layanan katering bagi santri Ma’had Al-Jami’ah bukanlah program wajib. Santri boleh memilih untuk meneruskan berlangganan katering pada bulan kedua atau berhenti berlangganan dan berupaya belanja sendiri untuk keperluan makan
- Pelibatan pondokan di sekitar kampus sebagai mitra per-ma’had-an tahun ini adalah tahun pertama dan baru saja berjalan, bahkan belum sampai waktunya untuk dilakukan monev yang sudah dijadwalkan di akhir bulan Agustus. Namun, momentum ini dipergunakan secara positif untuk segera dilakukan evaluasi secara komprehensif, serta dilakukan koordinasi dengan pihak mitra dalam rangka memperbaiki dan melengkapi fasilitas yang ada
Menanggapi press release tersebut, Hasan mengaku tidak tahu terkait keaslian mandatori seperti yang disebutkan pada poin pertama.
“Saya tidak tahu keaslian yang sebenarnya terkait program ma’had. Apakah persetujuannya dari kedua pihak atau hanya satu pihak yang menyangkutpautkan keputusan Direktur Jenderal,” tutur santri Ma’had Al-Jami’ah tersebut.
Santri Ma’had Al-Jami’ah lainnya, Novia setuju dengan akan diberlakukannya uji petik untuk menjamin mutu katering.
“Saya setuju dengan poin kedua. Namun, bukankah dengan begitu akan meningkatkan anggaran untuk uji petiknya?” ucap Novia.
Ia berharap agar pimpinan lebih tegas dan cepat dalam memutuskan jalan keluar permasalahan wajib ma’had.
“Semoga pimpinan bertindak lebih tegas dan cepat dalam memutuskan jalan keluarnya supaya mahasiswa baru di ma’had dan pondok mitra segera mendapat haknya,” tambahnya.
Salah satu wali santri, Wahyu yakin bahwa kebijakan yang dikeluarkan UIN Walisongo terkait wajib ma’had sudah cukup mendidik mahasiswa.
“Apapun kebijakan UIN Walisongo untuk ma’had itu tetap mendidik mahasiswanya. Perihal kendala katering serta air minum itu saya anggap masih di tahap wajar,” jelas Wahyu.
Menanggapi tidak diwajibkannya lagi katering bagi santri ma’had, ia lebih memilih agar anaknya tetap mengikuti katering ma’had.
“Untuk bulan depan, saya anjurkan anak saya tetap mengikuti katering ma’had walau teman-temannya memilih untuk berhenti,” katanya.
Wahyu menuturkan bahwa pilihan tersebut sudah efisien.
“Saya rasa itu lebih efisien agar anak saya tidak capai harus mencari makan di luar,” tambahnya.
Sementara wali santri lain, Sri merasa lebih keberatan dengan anggaran ma’had yang diberikan.
“Yang memberatkan saya itu biaya ma’had tiga juta, belum termasuk katering dan laundry. Suami saya stroke jadi saya keteteran pinjam kanan-kiri untuk membayar biaya ma’had dan Uang Kuliah Tunggal,” keluh Sri.
Selain itu, dirinya merasa prihatin dengan biaya ma’had yang tidak sebanding dengan fasilitas yang diberikan.
“Semua bayar sama, tapi fasilitasnya beda-beda. Ketika melihat ma’had mitra yang memprihatinkan, terkesan program ma’had ini terlalu dipaksakan,” sambungnya.
Meski terbebani dengan program wajib ma’had, ia hanya berharap agar fasilitas ma’had selalu dikontrol.
“Jangan dijadikan ladang bisnis semata, coba kontrol keadaan fasilitas tiap ma’had agar anak-anak kami tenang dalam menimba ilmu,” pungkasnya.
Reporter: Eka Rifnawati
Editor: Revina