
“Toples saja bahagia sambut lebaran, akhirnya dia bisa mandi sekarang,”
Begitulah isi cuitan salah satu teman saya di Twitter, tentu saja teman saya itu sedang bahagia saat menuliskan itu, hingga toples rumah saja ia bawa dalam candaannya. Ya, tidak hanya teman saya saja. Seperti kebanyakan orang muslim di seluruh dunia, pasti akan menyambut lebaran dengan sukacita. Setelah kurang lebih satu bulan lamanya berpuasa. Istilah lainnya adalah hari kemenangan umat muslim. Kemenangan memang selalu membahagiakan.
Dibalik hari kemenangan yang ditunggu beberapa orang, ada beberapa tradisi di Indonesia yang umumnya kita lakukan jelang lebaran. Yang kalau dipikir-pikir ternyata ribet juga. Mulai dari baju baru, kalau orang jawa bilang biasanya adalah “nyandang”, rasanya belum lebaran jika kita belum nyandang. Kita berbondong-bondong pergi ke mall atau belanja di online shop demi memenuhi keinginan kita untuk beli baju baru, sendal baru, dan lainnya yang bisa dipakai ketika lebaran.
Setelah kebutuhan nyandang terpenuhi, hal repot lain yang harus kita persiapkan adalah menyiapkan ketupat dan opor ayam. Hampir setiap rumah pasti memasak ketupat dan opor, kemudian saling membagikannya kepada tetangga, sungguh hal itu hanya terjadi ketika lebaran, satu desa dengan menu yang sama, seakaan menu yang wajib ada di meja makan setiap rumah.
Selain opor ayam dan baju lebaran, banyak juga hal-hal kecil yang tidak luput dari perhatian kita, dan tentunya penting. Sosial media menjadi buktinya. Banyak sekali berita dan tayangan soal lebaran, seperti ritual mudik, Tunjangan Hari Raya (THR), macam-macam kue kering hingga rengginang, bersih-bersih rumah, cat rumah dan tetek bengek lainnya. Pokoknya rasanya belum lebaran deh kalau mereka belum ada.
Makna idul fitri
Disamping tradisi-tradisi tersebut, apakah kalian tahu makna idul fitri? Pada saat khotib berceramah, seringkali kita mendengar bahwa makna Idul Fitri yaitu “Kembali kepada Fitrah”.
Fitrah seperti apa? kata fitrah dan fitri sendiri memiliki arti suci dan bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, dan keburukan, berdasarkan dari akar kata fathoro-yafthiru. Seperti dalam hadis Rasulullah SAW yang artinya: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alayh).
Mungkin itulah mengapa idul fitri disebut juga sebagai hari kemenangan. Jika selama Ramadan kita selalu beribadah dan mengharap ridho Allah, maka Allah akan menghapus dosa dosa kita.
Berbicara soal dosa, tentu semua orang mempunyai dosa, baik disengaja maupun tidak, maka dari itu umumnya saat lebaran kita juga bermaaf-maafan. Mungkin itu salah satu cara penghapusan dosa. Tradisi bersilaturahmi usai sholad ied, dari rumah ke rumah saling berjabat tangan, tua muda semua saling memaafkan, kaya miskin, tak perduli puasa atau tidak, semuanya merayakan lebaran.
Memang benar, merayakan lebaran adalah milik semua umat islam tanpa terkecuali, begitu juga hak memperoleh kebahagiaan, bahkan sangkin spesialnya hari lebaran, biasanya sehari sebelum Ramadhan berakhir, semuanya bersibuk ria. Entah di pasar, di rumah, bahkan di makam juga ada, untuk membersihkan makam keluarga dan berziarah mengirimkan doa.
Terlepas dari kesibukan itu semua, tentunya hal yang lebih penting adalah memaknai hari raya, agar kita benar benar kembali suci. Maka munculah pertanyaan dalam diri, apakah ibadah kita sudah maksimal saat ramadhan? Atau jangan-jangan kita hanya menyibukkan diri dengan mempersiapkan hal-hal yang hanya kepentingan duniawi saja.
Pada intinya, tradisi tradisi jelang lebaran itu baik, hanya saja kita tidak harus terjerumus dan fokus pada hal itu, semoga kita jadi manusia yang saling memaafkan. Dan jangan lupa bayar zakat fitrah sebelum sholat ied.
Selamat lebaran.
Penulis: Rima Dian Pramesti