Kita pasti pernah menjadi tempat curhat bagi seseorang, atau bahkan kita sendiri pernah melakukannya. Namun terkadang kita menjadi bingung untuk memberikan tanggapan juga solusi, apalagi jika terkait masalah pribadi.
Akhirnya, memberikan kata-kata positif menjadi pilihan yang bisa kita lakukan. Padahal sebenarnya bukan hal itu yang orang tersebut perlukan. Terlebih, memberikan kata-kata positif justru dapat memberikan dampak buruk bagi orang tersebut. Itulah yang dikenal dengan istilah toxic positivity.
Toxic positivity merupakan suatu keadaan dimana seseorang mencoba untuk menuntut dirinya sendiri ataupun orang lain agar selalu bersikap serta berpikir positif, dan menolak emosi negatif.
Seorang psikolog, Mary Hoang berpendapat bahwa kata-kata penyemangat yang dianggap positif sering kali bisa membuat orang merasa lebih buruk. Sebab dituntut untuk selalu bersikap positif mengakibatkan emosi yang ingin diluapkan menjadi tertahan dan terpendam.
Tak jarang juga, kita membandingkannya dengan keadaan orang lain. Hal itu justru dapat menyebabkan masalahnya terasa diremehkan karena dianggap tidak memiliki hak untuk merasakan emosi negatif.
Mungkin maksudnya memang baik, tetapi jika terus menerus dilakukan, menahan emosi dapat menyebabkan seseorang semakin terjebak pada masalahnya sendiri. Karena sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, termasuk bersikap positif.
Lalu, bagaimana menghadapinya?
Cobalah ganti perkataan yang cenderung menuntut positif dengan “Aku paham perasaan kamu, wajar kamu bisa merasa begitu”, “Kalau mau nangis jangan ditahan, biar kamu lega”, dan masih banyak lagi perkataan yang menenangkan.
Setelah keadaan sudah menjadi tenang, barulah memulai berbicara dan mendiskusikan langkah kedepannya untuk mencari solusi bersama.
Membiarkan seseorang meluapkan emosi negatif itu perlu, bahkan merupakan hal yang normal. Sebab, hal itu meupakan salah satu bentuk kita menghargai juga mencintai diri sendiri. Perlu diingat kembali, jika dapat menjadi pendengar yang baik, kita pun akan didengarkan orang lain dengan baik.
Penulis: Syifa Mariyatul Kibtiyah