• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Sabtu, 28 Januari 2023
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Tak Usah Resah, Indeks Prestasi Bukan Harga Mati

Rima Dian Pramesti by Rima Dian Pramesti
4 tahun ago
in Esai
0
Ilustrasi: Mahasiswa gelisah memikirkan IP (Dok. Internet)

Setiap libur semester datang, itu berarti saat yang sama ketika yudisium tiba. Tiap mahasiswa pasti penasaran dengan Indeks Prestasi (IP) yang diperolehnya, begitu juga dengan mahasiswa UIN Walisongo hari ini. Mereka tengah meributkan IP yang diperoleh dari hasil kuliah selama satu semester.

Apalagi mahasiswa semester satu. IP pertama seolah awal dari segalanya. Kebanyakan dari mereka sangat mengidam-idamkan nilai tinggi, seperti IP itu harga mati. Hmmm

Yaa… Perasaan senang pasti hinggap jika kita mendapat nilai “A”. Lalu, kita akan mengunggah status Whatsapp tangkapan layar soal transkrip nilai dengan gaya rendah hati. Sebaliknya, jika IP kita jeblok, dengan nada tegar yang dibuat-buat kita akan menulis status, “IP bukan segalanya.” atau, “yang penting adalah proses mendapatkannya.”

Tidak munafik, kegelisahan itu terjadi juga pada penulis, ketika mengetahui mendapatkan nilai yang rendah. Saya pura-pura tegar. Alih-alih menghibur diri dengan menonton televisi, tidak sengaja yang muncul adalah FTV Indosiar. Dalam sebuah adegan diperlihatkan seorang anak menangis lantaran dagangan layang-layangnya tidak laku. Lalu, tokoh ibu menghibur dengan mengatakan, “yang penting kamu sudah berusaha nak.” Dan, saya cukup terhibur mendengar itu.

Pertanyaanya adalah, apakah IP memang sepenting itu, jadi penentu bahagia dan duka mahasiswa?

Baca juga

Bahaya Flexing di Media Sosial

Lenyapnya Identitas Kearifan Lokal dalam Arus Modernitas

Manusia dan Kehendaknya untuk Bebas

Kalau dikatakan IP itu penting, tentu jawabannya “iya”. IP merupakan alat ukur pemahaman mahasiswa terhadap suatu mata kuliah yang diambil (idealnya). Jika, mahasiswa tidak mempunyi IP, tentu ia tidak bisa lulus dan mendapat gelar sarjana.

Lalu, dalam dunia kerja, selain asal perguruan tinggi dan program studi yang kita ambil, hal utama yang dilihat perusahaan atau instansi tertentu adalah IPK yang kita dapat.

IP juga merupakan bentuk tanggung jawab kita kepada orang tua, bukti pada mereka kalau kita niat kuliah. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya kuliah dengan baik. Bahkan, beberapa orang tua mungkin bangga dengan anaknya yang ber IP tinggi, sehingga bisa dipamerkan di depan tetangga.

Tapi apakah kita kuliah hanya untuk mencari IP? Coba renungkan lagi.

Allah SWT dalam Surat Mujadilah/58 ayat 11, berfirman;

يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَـٰتٍ۬ۚ

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Ingat ya, orang yang beriman dan berilmu, bukan orang yang ber-IP. Ilmu pengetahuan lebih berharga dibanding nilai, percuma IP tinggi namun tidak mencerminkan apapun selain angka.

Yang dibutuhkan mahasiswa saat ini bukan hanya sekedar IP yang tinggi, tapi juga pengalaman, dan soft skill yang didapatkan selama berproses. Makanya, mengikuti organisasi di kampus untuk mengembangkan potensi yang kamu punya itu akan berpengaruh banyak setelah lulus nanti. Ingat, kesuksesan bukan hanya diukur dari angka saja, tapi potensi apa yang kita miliki untuk dikembangkan ke depan.

Tapi, bukan berarti nilai tinggi itu tidak penting. Maksudnya, jangan hanya terfokus pada nilai. Bayangkan, jika kamu sudah melakukan berbagai cara, mulai dari yang jujur sampai yang nakal untuk mendapatkan IP tinggi, tapi hasilnya malah tidak sesuai dengan ekspektasi? Kecewa, sakit hati, dan menyalahkan diri sendiri, kemudian punya anggapan bahwa diri sendiri sangat bodoh, masa depan tidak jelas.

Bukan begitu. Jika saja kamu tahu, Presiden kita Joko Widodo saat kuliah di jurusan Kehutanan Universitas Gadjah Mada itu mendapatkan IPK 3,05. Tidak percaya? Coba saja kamu cari di Google, akan banyak sekali tulisan yang membahas soal IPK beliau. Jadi tidak usah terlalu gelisah jika IPK kita tidak terlalu tinggi, nikmatilah masa kuliah yang penuh cerita, derita, dan bahagia ini.

Jadilah mahasiswa yang berhati lapang dan berbahagia. Katakanlah pada diri kamu, “Yang penting saya sudah berusaha! Masih banyak hal baik yang saya dapatkan. Seperti pengalaman, ilmu pengetahuan, teman-teman, dan pendewasaan”.

Karena munafik jika bilang IP tidak penting sama sekali. Tapi, naif juga menggantungkan masa depanmu hanya pada angka-angka mati bukan?


Penulis: Rima Dian Pramesti

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: ipk bukan segalanyaipk mahasiswamahasiswa uin walisongo
Previous Post

SKM Amanat Raih Penghargaan Dalam Acara RAT Kopma Walisongo

Next Post

Sebelum Ke Pare, Perhatikan 6 Hal Ini Agar Waktu Belajarmu Tidak Sia-sia

Rima Dian Pramesti

Rima Dian Pramesti

Just a little girl, can't do anything. But drawing is my favourite. I'll draw smile on your heart.

Related Posts

flexing di media sosial
Artikel

Bahaya Flexing di Media Sosial

by Ridho Alamsyah
13 November 2022
0

...

Read more
kearifan lokal

Lenyapnya Identitas Kearifan Lokal dalam Arus Modernitas

25 Oktober 2022
Manusia yang ingin bebas, Manusia dan Kehendaknya untuk Bebas

Manusia dan Kehendaknya untuk Bebas

19 September 2022
Ilustrasi warna pelangi yang menjadi ikon LGBT. (Sumber: Pixabay)

Fenomena LGBT di Indonesia

9 September 2022
(Sumber gambar: Pixabay)

Bukan Sekadar Komentar, Mengkritik Film itu Harus Bijak

23 Juni 2022

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
FISIP UIN Walisongo

Keluarga Mahasiswa Korban Penipuan Berharap Dapat Bantuan Dari Kampus

5 Januari 2023
Wisuda UIN Walisongo

Kantongi Berbagai Respon atas Diundurnya Jadwal Wisuda UIN Walisongo 

20 Januari 2023
Ma’had Al Jami’ah Kampus 2, UIN Walisongo.

Ma’had Online UIN Walisongo Sebagai Syarat Kelulusan MK Bahasa Arab

19 Januari 2023
Mahasiswa UIN Walisongo kena tipu online

Mahasiswa UIN Walisongo Kena Tipu Online, Rugi 8 Juta Lebih

5 Januari 2023
Load More
Amanat.id

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Send this to a friend