• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Minggu, 28 Mei 2023
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Stockholm Syndrome; Saat Korban Kejahatan Membela Pelaku

Orang yang melakukan pembelaan terhadap pelaku kejahatan, dalam kajian psikologi dinyatakan sebagai Stockholm syndrome.

Erlita Mirdza Septyasningrum by Erlita Mirdza Septyasningrum
10 bulan ago
in Artikel
0
Korban kejahatan, membela pelaku
Ilustrasi kejahatan membela pelaku: Pixabayp

Apa yang terpikirkan dalam benak anda ketika mendengar seorang pelaku kejahatan justru menjadi pembela terhadap pelaku kejahatan? Apakah hal semacam ini benar-benar ada? Atau justru settingan demi mendapatkan popularitas semata?

Orang yang—dalam hal ini korban—melakukan pembelaan terhadap pelaku kejahatan, dalam kajian psikologi dinyatakan sebagai Stockholm syndrome. Sindrom Stockholm atau Stockholm Syndrome adalah reaksi psikologis yang ditandai oleh rasa simpatik atau kasih sayang yang muncul dari korban penculikan terhadap pelaku.

Stockholm Syndrome muncul sebagai mekanisme pertahanan diri yang bisa dilakukan secara sadar atau tidak sadar oleh korban. Pada dasarnya, reaksi pertahanan diri membuat seseorang menunjukkan perilaku atau sikap yang berlawanan dengan apa yang sesungguhnya mereka rasakan atau harusnya lakukan.

Barangkali, kita mungkin akan dibuat keheranan oleh korban yang justru menjadi kawan bagi pelaku. Tapi, hal ini memang nyata terjadi. Ada semacam kedekatan psikologi yang membuat korban menjadi lebih peduli terhadap pelaku.

Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu korban membela pelaku. Pertama, pelaku kejahatan seperti penyandera menunjukkan kebaikan berlebih kepada korban atau yang disandera. Kedua, kejadian yang dialami dan berlangsung lama, membuat tekanan yang besar pada korban dan pelaku. Dan ketiga, korban tidak menyadari, Karena rasa saying terhadap perlaku melebihi logikanya.

Baca juga

Mengenal Fenomena Social Loafing pada Mahasiswa

Kenali Faktor Kerentanan Penyebab Kekerasan Seksual

Seksisme “Internalized Misogyny”; Perempuan Wajib Tahu!

Dilansir dari IDN Times, para psikolog menganggap Stockholm syndrome adalah gangguan yang ada pada diri manusia, pada saat system bertahan di lingkungan yang tidak bersahabat lemah. Umumnya gejala yang akan dialami oleh para penderita Stockholm syndrome terdiri dari 3 aspek, di antaranya aspek social, di mana korban memiliki rasa kegelisahan dan paranoid terhadap pelaku. Kedua, emosional berupa adanya ketakutan, keputusasaan, hingga ketidakberdayaan. Ketiga, aspek kognitif yang membuat korban merasakan kebingungan, delusi hingga ingatan yang kabur.
Selain aspek diatas, gejala penderita Stockholm syndrome umunya mirip dengan penderita post traumatic stress disorder (PTSD).

Saat ini tidak ada perawatan khusus untuk para penderita Stockholm Syndrome, hanya saja diberikan obat-obatan yang sama dengan pasien penderita PTSD.

Penulis: Erlita Mirdza S

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: korban kejahatanmembela pelaku
Previous Post

Bawakan Tagline Perdamaian dan Kebudayaan, Begini Konsep PBAK 2022!

Next Post

Terlalu Banyak Mengikuti Kegiatan, Apakah itu Toxic Productivity?

Erlita Mirdza Septyasningrum

Erlita Mirdza Septyasningrum

Related Posts

Mahasiswa, Social loafing
Artikel

Mengenal Fenomena Social Loafing pada Mahasiswa

by Revina Annisa Fitri
16 Mei 2023
0

...

Read more
Kekerasan Seksual

Kenali Faktor Kerentanan Penyebab Kekerasan Seksual

15 Mei 2023
Internalized Misogyny

Seksisme “Internalized Misogyny”; Perempuan Wajib Tahu!

1 Mei 2023
Metaverse

Pendidikan dalam Bayang-bayang Metaverse

26 April 2023
Mahasiswa, Mahasiswa Proaktif

Menjadi Mahasiswa Proaktif dalam Menghadapi Dinamika Perkuliahan

21 April 2023

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
Erina Nur Mufattakhati, FITK UIN Walisongo

Punya Target yang Jelas, Kunci Erina Jadi Wisudawan Terbaik FITK

24 Mei 2023
Reghifa Khalimatus Syadiyah, FDK UIN Walisongo

Wujudkan Impian Almarhum Ibunya, Reghifa Jadi Wisudawan Terbaik FDK

23 Mei 2023
Pegawai Bank Jateng Syari’ah, M. Irwansyah Wijaya, UIN Walisongo, SEMILOKA

Irwansyah Jelaskan Manfaat dari Personal Branding

11 Mei 2023
Pedagang Nusantara Culture Festival, UIN Walisongo

Pedagang Raup Keuntungan saat Manfaatkan Stan Kosong dalam NCF UIN Walisongo

25 Mei 2023
Load More
Amanat.id

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Send this to a friend