Amanat.id- Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo disegel dan dipenuhi dengan beberapa spanduk kritikan yang menuntut Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan Senat Eksekutif Mahasiswa (SEMA) untuk mengawal kasus tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada beberapa mahasiswa baru, Minggu (09/07/2023).
Salah satu anggota DEMA UIN Walisongo, Ahmad Izzulhaq menjelaskan bahwa ada tiga unsur yang harus terlibat ketika melayangkan audiensi perihal UKT kepada birokrasi.
“Dalam menjalankan audiensi, ada unsur yang terlibat. Pertama, birokrasi seperti Rektor dan Wakil Rektor (WR) 2. Kedua, DEMA dan SEMA U. Ketiga, mahasiswa secara umum,” ucap Izzul saat diwawancarai oleh tim Amanat.id, Minggu (09/07/2023).
Menurutnya, kendala sekaligus tantangan dalam melakukan audiensi kepada pihak kampus adalah atensi birokrasi dan dukungan mahasiswa.
“Saya rasa sangat sulit untuk mendapatkan atensi dari pihak pimpinan dan birokrasi. Kedua, kita tidak memiliki pendukung dari mahasiswa. Ketika kita hanya berbicara di online mungkin akan mendapatkan banyak atensi, tetapi ketika sudah berbicara tentang lapangan, jarang sekali dan sulit,” tuturnya.
Ia pun menjelaskan beberapa tahapan dalam melayangkan suatu aspirasi, seperti konsolidasi, public support, dan pengawalan isu.
“Pertama, konsolidasi. Kawan-kawan bisa bergabung dan berkontribusi karena biasanya hanya segelintir orang saja. Kedua, ketika kita melayangkan audiensi seharusnya ada aksi juga sebagai public support. Ketiga, pengawalan terhadap isu. Mahasiswa pun ketika aksi tetap memikirkan bagaimana isu ini ke depannya,” paparnya.
Izzul pun berharap agar Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dan mahasiswa bisa bersatu dalam mengawal suatu permasalahan.
“Ayo kita gerak bareng. Jangan hanya yang ada di universitas, demikian teman-teman yang mahasiswa. Sebanyak apapun permasalahan bisa diselesaikan ketika bersama. Akan tetapi sekuat-kuatnya DEMA dan SEMA-U, kita tidak bisa apa-apa tanpa dukungan secara riil dari teman mahasiswa,” ujarnya.
Ketua DEMA UIN Walisongo, M. Faris Balya merasa kritikan tersebut harus selalu digaungkan sebagai upaya mengevaluasi kinerja ormawa.
“Kritikan harus selalu digaungkan terkait hal apapun, khususnya kinerja DEMA dan SEMA sebagai upaya dari check and balance bahwa kita harus mawas diri,” ujarnya saat diwawancarai oleh tim Amanat.id, Senin (10/07/2023).
Faris menuturkan, DEMA tidak sepenuhnya berpihak kepada birokrasi, melainkan hanya pada kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada mahasiswa saja.
“Kita tetap mendukung birokrasi, tetapi pada kebijakan-kebijakan yang pro dan berpotensi baik terhadap mahasiswa. Ketika memang kebijakan-kebijakan birokrasi tidak sebagaimana yang disebutkan tadi, kita selalu lantang bersuara terhadap hal itu, sebagaimana apapun yang telah kita audiensikan, seperti UKT, ma’had, dan lain sebagainya,” paparnya.
Menanggapi permasalahan UKT yang digejolakkan oleh mahasiswa, DEMA-U, lanjutnya, sudah menyusun teknis penyelesaian masalah tersebut.
“Insya Allah besok malam atau lusa, kita akan mengumpulkan dan berbicara dengan berbagai pihak, seperti DEMA Fakultas, SEMA-U, SEMA Fakultas, dan perwakilan Aliansi Mahasiswa Walisongo (AMW) untuk merespons permasalahan yang mahasiswa secara umum ini sedang suarakan,” terangnya.
Faris mengaku, AMW belum berkoordinasi dengan DEMA-U terkait permasalahan UKT yang ada. Namun, menurutnya hal tersebut bukanlah suatu permasalahan.
“Perihal masalah UKT terbaru ini dan tulisan kritikan luar biasa yang digaungkan oleh mereka, pihak AMW belum berkoordinasi dengan kita, tapi itu bukan menjadi permasalahan. Artinya, itu yang menjadi keresahan mahasiswa secara umum. Tanpa perlu adanya respons atau aduan, kita harus merespons dengan baik,” jelasnya.
Faris menegaskan, lembaga intra dan mahasiswa UIN Walisongo harus bekerja sama untuk menyelesaikan permasalahan UKT.
“Lembaga intra tidak bisa berjalan sendirian, kita membutuhkan support dan gerakan bersama dari mahasiswa UIN Walisongo untuk gelorakan api perjuangan perihal permasalahan UKT ini,” tegasnya.
Ia pun berharap, pihak kampus dapat memberikan transparansi beserta indikator penentuan besaran UKT dan solusi bagi mahasiswa yang tidak mampu membayar biaya pendidikan.
“Pertama, ada transparansi dari pihak kampus terkait besaran penentuan UKT. Kedua, kampus bersedia untuk membuka indikator penentuan UKT. Ketiga, kampus harus memberikan problem solving bagi mahasiswa yang tidak mampu membayar biaya pendidikan lewat beasiswa di awal dan loan,” harapnya.
Ketua SEMA UIN Walisongo, M. Sholihul Muafiq mengatakan bahwa SEMA tidak keberatan dengan kritik yang disampaikan melalui vandel-vandel.
“SEMA tidak keberatan dan antikritik, kita malah sangat mengapresiasi betul atas vandel-vandel yang dilampirkan oleh teman-teman di kantor kami,” tuturnya.
Ia menuturkan bahwa akan melakukan konsolidasi dengan mahasiswa, terutama mahasiswa gerakan.
“Secepatnya kita akan berkonsolidasi terlebih dahulu dengan teman-teman mahasiswa, terutama dengan mahasiswa gerakan, supaya semangat teman-teman semakin membara dan bisa menyatukan visi untuk kepentingan bersama,” ujarnya.
Ia menjelaskan, perlu ada advokasi bersama terlebih dahulu untuk menangani kasus UKT yang sedang terjadi.
“Kita mengadvokasi semuanya, ada berapa yang di golongan atas karena kita tidak bisa memungkiri bahwa itu sudah diratakan oleh kampus. Advokasi bersama ini sebagai bahan berdiskusi dengan teman-teman untuk kita kasih pressure ke kampus agar bisa memberikan satu hal yang menguntungkan bersama,” tambahnya.
Ia mengatakan bahwa AMW belum pernah mengajak diskusi atau berkomunikasi dengan SEMA-U terkait permasalahan terkini.
“Belum pernah berkomunikasi dengan AMW, bahkan sampai AMW memberikan rilis bahwa kita dibilang a, b, c, AMW belum pernah mengajak diskusi terkait hal itu dan isu yang terkini,” ungkapnya.
Sholihul pun berharap, kampus dapat lebih memerhatikan verifikasi UKT.
“Verifikasi UKT harus diperhatikan lagi. Harus benar-benar jeli karena banyak dari keluhan tidak sesuai dengan data yang dimasukkan oleh mahasiswa baru,” harapnya.
Reporter: Revina
Editor: Nur Rzkn