Kehidupan seorang perempuan memang tidak ada habisnya untuk dibicarakan dari fashion, gaya rambut sampai urusan asmara. Skincare salah satunya.
Dewasa ini para perempuan sering membicarakan skincare. Sayangnya, pembicaraan itu tidak dibarengi dengan pemahaman yang baik mengenai dunia per-skincare-an. Akibatnya banyak yang salah paham.
Seperti yang pernah terjadi antara saya dan teman saya di waktu jeda kuliah yang lalu. Percakapan dimulai saat kita membandingkan wajah. Melihat wajahnya yang lebih kenyal dan berseri, saya pun terusik untuk bertanya apakah dia memakai skincare. Saat itu teman saya menjawab tidak, ia mengatakan bahwa ia hanya memakai facial foam. Saya yang berkeyakinan bahwa facial foam merupakan jenis skincare berusaha untuk terus membela apa yang saya pahami, pun begitu dengan teman saya yang berkeyakinan bahwa facial foam bukan bagian dari skincare. Perdebatan pun tak terelakkan diantara kita.
Kejadian itu mengingatkan penulis pada satu pernyataan yang pernah dilontarkan oleh Einstein.
“Seorang manusia harus mencari apa yang sebenarnya, dan bukan untuk apa yang seharusnya dipikirkannya.”
Manusia seharusnya mencari kebenaran sejati, bukan membenarkan apa yang diyakini. Karena apa yang kita yakini belum tentu benar. Dalam berpikir dan berargumen, semua orang berpeluang untuk mengalami apa yang dinamakan logical fallacy.
Kesalahan dalam berpikir atau yang lebih dikenal dengan istilah logical fallacy ini bisa terjadi dengan sengaja ataupun tidak yang disebabkan karena kurangnya minat baca dan diskusi dengan orang lain.
Pada kasus saya dan teman saya ini, kita sama-sama belum bisa men-sinkronkan penggunaan bahasa yang baik dengan relevansi pengetahuan yang benar. Kita masih berdiri pada ego yang kuat, berusaha membenarkan apa yang kita yakini tetapi lupa mencari kebenaran sejati.
Meskipun dalam konteks yang sederhana berupa skincare. Tapi tetap saja adanya cacat logika dalam suatu argumen tentu berpotensi menyesatkan orang-orang, terlebih bagi yang tidak terbiasa berpikir secara kritis.
Dapat disimpulkan, ketika ingin mengungkapkan sesuatu, haruslah mencari kebenarannya terlebih dahulu. Bukan malah berfokus pada anggapan atau pikiran kita yang belum tentu benar.
Penulis: Syifa Mariyatul K