Amanat.id- Waktu telah menunjukkan pukul 22.30 WIB, namun suasana di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas (PKM U) mulai berangsur sepi. Tidak seperti biasanya, beberapa mahasiswa terlihat meninggalkan gedung PKM setelah lewat pukul 22.00 WIB. Sebagian lagi, ada yang masih bertahan dengan pekerjaan yang belum terselesaikan.
Kondisi itu terjadi lantaran, pihak kampus ingin penerapan Surat Keputusan (SK) Rektor UIN Walisongo Nomor 108 Tahun 2016 tentang Tata Tertib Mahasiswa berjalan efektif. Salah satunya pada poin satu yang mengungkapkan kegiatan kemahasiswaan mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 22.00 WIB. Artinya di luar jam yang ditentukan mahasiswa tidak boleh melakukan kegiatan apapun di dalam kampus.
Namun, malam itu, Kamis (06/02/2020) Unit Kegiatan Mahasiswa Walisongo Sport Club (UKM WSC) menjadi salah satu organisasi yang masih bertahan. Dalam ruangan yang berukuran kurang lebih 8×5 meter tersebut, sejumlah mahasiswa masih saling bertukar pikiran merancang program kerja kepengurusan.
Hingga suara ketukan dari anggota Satuan Pengaman (satpam) di depan pintu WSC, memaksa rapat harus dibubarkan. Satu per satu, mereka meninggalkan kampus dan mencari tempat lain guna melanjutkan rapat yang belum terselesaikan.
“Akhirnya kami rapat di angkringan,” ujar salah satu anggota WSC yang tidak berkenan disebutkan namanya.
Rapat selesai jam 02.00 WIB, mereka membubarkan diri, dan pulang ke indekos masing-masing. Namun tujuh orang anggota WSC kembali ke Gedung PKM U. Ketika mereka ingin masuk ke dalam Kampus melalui gerbang Kampus III, satpam yang berjaga pun mengizinkannya masuk.
SK Pengurus terancam ditahan
Atas kejadian tersebut, anggota WSC dengan inisial IH, RQ, dan SH, terancam tidak bisa melanjutkan estafet kepengurusan di Unit Kegiatan Mahasiswa Walisongo Sport Club (UKM WSC) UIN Walisongo Semarang periode 2020-2021.
Ketiganya, dianggap melanggar peraturan jam malam usai menggunakan fasilitas Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) sebagai tempat menginap pada Kamis (06/02/2020). Sebagai gantinya, SK kepengurusan yang menjadi status resmi seseorang di tubuh organisasi, ditahan pihak kampus.
Ketua Umum WSC, Sri Widarti mengetahui SK kepengurusannya ditahan dari laporan Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (Dema U).
Tidak tinggal diam, mahasiswi asal Batang tersebut berupaya keras untuk mendapatkan SK kepengurusan. Bertepatan dengan acara sarasehan Ormawa di Rumah Dinas Rektor, Jumat (07/02/2020), ia melobi Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Achmad Arief Budiman untuk membatalkan penahanan SK tersebut.
Namun, upaya yang dilakukan mahasiswi Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) tersebut sia-sia. Permohonan yang diajukan lewat Achmad Arief Budiman, tidak mendapat persetujuan dari Rektor Imam Taufiq. Dirinya justru harus dihadapkan pada dua pilihan sulit.
“Ganti pengurus dengan jaminan SK dikembalikan, atau tetap menggunakan pengurus yang bermasalah tetapi SK ditahan,” ujar Sri menirukan Imam Taufiq.
Sri sangat menyesalkan keputusan pihak kampus terkait penahanan SK Kepengurusan. Sebab, menurutnya, prosesi pemilihan pengurus membutuhkan waktu dan tidak mudah.
“Kenapa hanya karena hal semacam ini, calon pengurus kami gagal menjadi pengurus,” sesalnya.
Menanggapi hal itu, Ketua Dema U Rubaith Burhan Hudaya berharap agar SK yang ditahan bisa dikembalikan secepatnya. Saat dikonfirmasi Amanat.id pada (17/02/2020), dirinya juga belum bisa berbuat banyak.
“Saya belum bertemu dengan ketua WSC untuk membahas hal itu lebih detail,” ucapnya.
Dalam peristiwa itu, tidak hanya IH, RQ, dan SH saja. Ada empat mahasiswa lagi yang terlibat. Namun, karena tidak masuk dalam struktur kepengurusan WSC periode 2020-2021, nama mereka tidak masuk dalam daftar mahasiswa bermasalah.
Reporter : Agus Salim I