Perilaku immoral, sampai sekarang masih kerap kita jumpai di sekitar kita, bahkan di sejumlah lembaga pendidikan yang notabene jadi gudang moralitas dan budi pekerti luhur. Kasus bullying di Purworejo yang sempat viral beberapa waktu lalu membuktikan itu.
Persoalan karakter memang menjadi problem krusial di sektor pendidikan. Meski program ini selalu digembor-gemborkan oleh setiap pemangku kebijakan, namun nyatanya sejumlah kasus yang membuat miris selalu saja kita temui saban hari.
Mulai dari, pelajar yang berani melawan gurunya atau tawuran antar pelajar yang terjadi di sejumlah kota besar di Indonesia.
Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di amerika, 90 persen kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk.
Di Indonesia sendiri dari dulu pendidikan karakter terus digencarkan. Banyak alternatif-alternatif yang sekolah buat sendiri guna mendidik muridnya, mulai dari pendidikan dasar (diksar), latihan dasar kepemimpinan.
Seringkali pendidikan militer menjadi rujukan, dan tentara menjadi mentor dari pendidikan karakter.
Pola pendidikan lama di Indonesia berciri semua kebijakan tunduk pada sekolah. Dalam model pendidikan jenis ini, pendidik mempunyai otoritas penuh terhadap murid dalam bimbingannya.
Sedangkan, pola pendidikan modern nampak banyak perbedaan. Pola pendidikan jenis ini adalah revisi atas pola lama yang dianggap lebih rentan terhadap tindak kekerasan guru pada muridnya. Berjalannya tatanan pendidikan seolah-olah diupayakan seperti kehidupan birokrasi yang berbasis kesepakatan dan musyawarah.
Ide baru pendidikan karakter Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir ada sebuah konsep pendidikan karakter yang dikembangan di beberapa sekolah. Konsep ini dinamakan sebagai Seni Membentuk Manusia. Alasan mendasar yang menjadi sandungan dunia pendidikan yakni, tidak meratanya kesejahteraan SDM yang kurang berkarakter.
Konsep ini tidak memfokuskan kecerdasan murid semata.Menurut Ki Hadjar Dewantoro, kecerdasan memang diperlukan, tetapi karakter lebih diperlukan. Kecerdasan tanpa diimbangi karakter akan menjerumuskan kehidupan anak didik itu sendiri.
Dalam konsep Seni membentuk manusia, pendidikan harus seirama dengan kearifan lokal sekaligus harmoni dengan potensi di daerah.
Nilai-nilai moral akan sangat berguna untuk pengembangan pendidikan karakter. Mereka yang berkarakter tentu akan lebih siap bersaing dalam persaingan global. Sehingga pembekalan dengan pondasi yang kuat dengan aqidah, moral, akhlak menjadi hal yang utama.
Apakah pendidikan karakter harus menjadi mata pelajaran? Ki Hadjar menilai, pendidikan karakter tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi bisa terintegrasi dengan mata pelajaran lain.
Penulis : Ilham Munif