Amanat.id- Komunitas Santri Alam (SALAM) Institute menggelar acara Ngaji Pesisir dengan tema “Ekonomi Politik Perikanan Tangkap: Akses, Sumber Daya, Modus Produksi” secara online melalui Zoom Meeting, Selasa (19/3/2024).
Anggota Destructive Fishing Watch (DFW), Miftachul Choir hadir menjelaskan realita Anak Buah Kapal (ABK).
Mifta menjelaskan bahwa dalam perekrutan ABK telah terjadi relasi kerja yang kapitalis.
“Di atas kapal, relasi kerja yang kapitalis itu sangat terlihat. Para ABK yang direkrut bukanlah dari orang-orang yang mengerti akan laut melainkan mereka yang tidak tamat sekolah dasar maupun yang pengangguran,” ucapnya.
Mifta juga menyampaikan bahwa para calon Awak Kapal Perikanan (AKP) yang mendaftar hanya bermodal nekat, sehingga mudah dimanipulasi.
“Dengan meminta uang panjar, calo memanipulasi para calon AKP dengan mengiming-imingi gaji yang tinggi,” ujarnya.
Bukan hanya itu, lanjutnya, para ABK juga diberikan perlakuan yang berbeda dalam pemberian fasilitas dan konsumsi dari pada divisi spasial.
“Divisi spasial itu mendapatkan fasilitas yang sangat memadai, mulai dari AC, kulkas, TV sedangkan ABK hanya mendapatkan satu kasur dan harus berbagi, ABK juga tidak difasilitasi kamar mandi,” terangnya.
Mifta juga menerangkan bahwa upah ABK tidak sesuai dengan risiko yang diterima.
“Dengan risiko yang tinggi, ABK hanya mendapatkan upah yang kecil, dengan pembagian 50 banding 50 antara kapten dengan seluruh ABK,” ucapnya.
Selain itu, tambah Mifta, ABK tidak mengetahui kemana hasil tangkap mereka dijual.
“Dari hasil dari tangkapan tersebut, mereka tidak mengetahui kemana hasil perikanan itu dijual,” katanya.
Sejak Januari 2024, pada rezim Jokowi ada istilah ekonomi hijau dan biru dengan disahkannya penangkapan ikan. Menanggapi hal tersebut, Pengurus SALAM Institute, Syatori mengatakan bahwa persaingan di laut lebih mengerikan.
“Sama seperti orde baru, ada istilah revolusi hijau dan biru pada era rezim Jokowi dengan disahkannya penangkapan ikan sejak Januari 2024. Sejak itu keadaan lebih mengerikan lagi,” tuturnya.
Syatori menyebutkan bahwa kekayaan laut sudah seperti dilelang.
“Kekayaan laut ini seperti dilelang, dibiarkan siapa saja yang memiliki modal besar akan memiliki keuntungan yang besar pula,” tuturnya.
Reporter: Febriyanti
Editor: Eka R.