
Film Ku Cumbu Tubuh Indahku garapan Garin Nugoroho menyajikan sebuah perjalanan tubuh penari Lengger Lanang asal Banyumas-Jawa Tengah, yaitu Rianto. Seorang penari dan koreografer yang sudah mendunia dan mendirikan sebuah perusahaan Tari Jawa Klasik di Tokyo, Jepang yang bernama Dewandaru Dance Company.
Mengambil berbagai persoalan latar seperti budaya lengger lanang dan hubungannya dengan bigender menjadikan kisah ini layak untuk diapresiasi dan menjadi bahan renungan masyarakat untuk dikaji kembali dalam mengulas pelbagai budaya yang ada di Nusantara.
Film yang dirilis dalam bahasa internasional dengan judul Memories of My Body ini sempat kontroversi lantaran menuai banyak persepsi bagi di mata penonton. Salah satunya anggapan bahwa film ini tabu karena mengangkat isu Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).
Terlepas dari pro dan kontra, film Ku Cumbu Tubuh Indahku sukses meraih banyak penghargaan, yaitu Film Pilihan Tempo 2018, Venice Independent Film Critic kategori Bisato D’Oro Award 2018, Festival Des 3 Contients kategori Film Terbaik 2018, dan Asia Pasisfic Awards kategori Cultural Dversity 2018 kategori Film Cerita Panjang Terbaik 2018.
Kisah perjalanan tubuh Rianto dibawakan oleh tokoh utama bernama Juno yang diperankan oleh dua aktor. Yaitu, Raditya Evandra sebagai Juno kecil dan Muhammad Khan sebagai Juno dewasa. Penampilan Raditya dan Khan terlihat sukses menjiwai karakter Rianto.
Hal itu bisa dilihat dari keberhasilan Raditya ragam mimik emosi anak kecil yang polos dan lugu secara natural di depan kamera, sedangkam Khan mampu menampilkan Juno dewasa, dengan gestur tubuh lenggak-lenggok kemayu seorang penari lengger lanang. Pantas apabila Khan terpilih menjadi pemeran utama pria terbaik di Asia Pacific Screen Awards 2018.
Trauma tubuh dalam menemukan jati diri
Karya yang tayang perdana di Jogja dalam NETPAC Asian Festival Film ini menjadi film yang syarat akan simbol-simbol sederhana namun kuat, ditampilkannya adegan nginceng (mengintip) beberapa kali oleh tokoh Juno. Melalui adegan nginceng, Garin sebagai penulis naskah dan sutradara ingin menyampaikan bahwa sejatinya hidup ini hanya mengintip dunia seperti apa yang dikatakan oleh Riyanto.
Tak hanya sampai di situ, lebih lanjut simbol-simbol lain seperti jarum menjadi sebuah kekuatan emosi film ini. Sekadar benda kecil nun runcing itu ternyata juga menjadi sebab luka dan trauma tersendiri dalam kisah perjalanan hidup Juno. Sama halnya dengan trauma tubuh yang dirasakan Juno kecil, menjadi gambaran bahwa trauma psikologis tidak dapat sembuh dengan begitu saja. Itu terbukti pada Juno dewasa yang gemetar saat memegang jarum, benda yang pernah melukainya di masa kecil.
Garin menampilan simbol-simbol itu berulang pada setiap akhir babak dan menuju babak baru cerita film. Seolah mengisyaratkan bahwa siklus kehidupan selalu mencapai puncak klimaks, kemudian kembali lagi pada awal yang baru untuk mencapai awal klimaks yang baru.
Melalui tokoh Juno, Garin juga menunjukkan realitas sosial yang terjadi di sekitar kita, di mana bigender yang dialami oleh Juno mendapat diskriminasi masyarakat. Bukankah alam dan lingkungan yang membentuk tubuhnya memiliki dua kepribadian seperti itu?
Dalam konteks tersebut, menyalahkan keadaan atas terjadinya sesuatu bukanlah suatu hal yang tepat, ada baiknya merangkul dan memahami apa yang terjadi sebagai wujud memanusiakan manusia.
Film yang terinpirasi dari kisah hidup ini menyajikan paket lengkap antara bahasa gambar dan lisan yang dibumbui rasa batin. Oleh karena itu, penonton diajak ikut merasakan apa yang dialami oleh Juno. Satu sisi yang menjadikan cerita film ini memiliki nilai lebih adalah, memuat budaya tanah air yang belum banyak diketahui orang akan tetapi mulai ditinggalkan.
Lika-liku kisah hidup Rianto yang panjang ketika dijadikan film seperti ini membuat setiap fase kehidupan terbagi menjadi beberapa babak yang membingungkan penonton. kompleksitas cerita Juno terasa panjang dan tidak fokus pada satu konflik.
Meski demikian, mengenalkan budaya asli Indonesia yang tak lagi populer seperti pada zamannya adalah sebuah nilai plus. Di sinilah kritik terhadap masyarakat yang meninggalkan warisan budaya bangsa. Hanya saja kemasannya menggelitik, sehingga sutradara pun menegaskan jika film garapanya perlu didiskusikan kembali setelah ditonton.
Judul Film: Kucumbu Tubuh Indahku
Sutradara: Garin Nugroho
Penulis Naskah: Garin Nugroho
Durasi: 107 menit (21+), 106 menit (17+)
Produser: Ifa Isfansyah
Pemeran Utama: Muhammad Khan (Juno Dewasa) dan Raditya Evandra (Juno Kecil)
Produksi: Fourcolours Films bersama GO-Production
Tanggal Rilis: 18 April 2019
Resentator: Naili Istiqomah