Leila S. Chudori, penulis kelahiran Jakarta, 12 Desember 1962. Berprofesi sebagai wartawan majalah berita Tempo, editor buku Bahasa! Kumpulan Tulisan di Majalah Tempo (Pusat Data Analisa Tempo, 2008), dan penulis skenario beberapa drama televisi.
Buku “9 dari Nadira” merupakan kumpulan cerpennya yang telah dibukukan. Empat dari sembilan cerpen pernah diterbitkan, yaitu: “Melukis Langit” di majalah Matra Maret 1991; “Nina dan Nadira” di majalah Matra Mei 1992; “Mencari Seikat Seruni” di majalah Horison April 2009; dan “Tasbih” di majalah Horison September 2009. Kendati terdiri dari sembilan cerpen, buku ini dapat dinikmati sebagai novel karena antara cerpen satu dengan yang lain saling berkesinambungan.
Kisah dimulai ketika Nadira Suwandi, tokoh utama, menemukan ibunya tewas celentang karena menenggak pil tidur. Kematian ibunya yang mendadak dan mengejutkan, berdampak pada kehidupan Nadira sebagai seorang adik (“Nina dan Nadira”), anak (“Melukis Langit”), wartawan (“Tasbih”; “Sebilah Pisau”), kekasih (“Ciuman Terpanjang”), istri (“Kirana”), hingga garis kehidupan membawa Nadira kembali pada masa lalunya untuk mencari ketenangan dan kebenaran perasaan (“At Pedder Bay”).
Kepergian Kemala–ibu Nadira–memberi dampak yang mendalam pada kondisi psikis anak dan suaminya. Bramantyo–suaminya–menghabiskan seluruh malam dengan menyaksikan film yang sudah ia tonton ribuan kali, Nina–anak sulung–memilih menyibukkan diri dengan merampungkan pendidikannya di New York, dan Arya mengasingkan diri di hutan. Sementara Nadira, si bungsu, selama berbulan-bulan ia tidak berani pulang, tidur meringkuk di kolong meja kerja. Senyumnya hilang, hidupnya bagai matahari tanpa sinar. Redup dan perlahan pudar.
Nadira menggunakan setangkai bunga seruni putih sebagai pengganti tasbih, mencabut helai demi helai kelopaknya acap kali kalimat zikir keluar dari mulutnya. Ia mempertahankan hidup dengan menggumamkan zikir yang diajarkan ibunya ketika kecil. Hal ini sesuai dengan pengakuan Kris, ilustrator majalah Tera yang diam-diam memperhatikannya:
Nadira tersenyum. Dia membisikkan kalimat-kalimat zikir itu. Yang rupanya membuat Nadira lebih tenang. Barangkali. (hlm. 203)
Leila memilih kehidupan seorang wartawan era 90-an sebagai latar belakang kisah ini yang disajikan dalam bentuk satire. Betapa berat profesi “pembawa kabar”; dituntut menyampaikan kebenaran, tetapi–pada saat itu–terkurung dalam tekanan.
“Wartawan yang tak mungkin menulis tentang kebenaran, karena kalau kita menulis tentang bisnis anak-anak pejabat, kita akan ditelepon.” (hlm. 81)
“… tentang bagaimana para wartawan dengan semangat menggebu-gebu meliput tentang kebanjiran di sebuah desa; tentang jatuhnya sebuah kapal terbang, tentang kudeta di Thailand dan Filipina, dan juga tentang kasus pembebasan tanah. Tapi kita tak bisa menulis borok di negeri sendiri. Kita hanya bisa menulis tragedi di negeri orang….” (hlm. 81)
Hal ini menjelaskan bahwa pada saat itu, pemerintah campur tangan dalam warta yang akan disiarkan. Tidak diperbolehkan membahas mengenai “orang atas”–baik kehidupan pribadi, kekuasaan, maupun tentang keluarganya–, serta aib negara sendiri.
Meski mengangkat persoalan yang cukup pelik, Leila mampu mengolahnya dengan bumbu asmara dan romansa. Berbagai masalah percintaan tersaji dalam buku ini, mulai dari cinta pada pandang pertama, cinta yang tak direstui orang tua, cinta bertepuk sebelah tangan, hingga cinta datang terlambat.
Di balik kelebihan dan keindahannya, setiap karya pasti memiliki kekurangan. Ditemukan beberapa kata yang ternyata tidak terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan mesin pencarian, seperti kata blonda, dibanjurkan, mesiah, mengeritik, dan plagmatisme. Selain itu, penggunaan sudut pandang yang tidak konsisten (orang pertama dan ketiga), menyebabkan ketidaknyamanan ketika membaca. Selebihnya, karya Leila memang tidak pernah mengecewakan.
Leila mengakhiri kisah Nadira dengan cliffhanger. Setelah berhasil mengoyak emosi dengan berbagai persoalan rumit, pembaca dibuat menerka apa yang akan terjadi berikutnya. Penyampaian dengan kalimat yang ringan dan alur campuran, menjadikan buku ini cocok sebagai teman mengisi waktu luang. Tidak hanya oleh jurnalis, tetapi semua kalangan, karena ada banyak pelajaran yang terkandung di dalamnya.
Identitas Buku
Judul Buku : 9 dari Nadira
Penulis : Leila S. Chudori
Halaman: xi+ 270
Penerbit: KPG
Resentator: Rizkyana Maghfiroh