
“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Apa yang ada di pikiran kita ketika membaca ungkapan dari Bung Karno tersebut? jika dikaitkan dengan kondisi Indonesia hari ini, seolah-olah perkataan Bung Karno tersebut menjadi kenyataan. Dibuktikan dengan serangkaian pelaksanaan pemilu kemarin.
Hoaks, fitnah, ujaran kebencian dimana-mana. Alih-alih hal tersebut menjadikan perpecahan pada masyarakat Indonesia. Sesama teman saling menjatuhkan, demi kekuasaan mereka rela mengorbankan ikatan tali persaudaraan yang diikat beberapa tahun lamanya.
Ya, meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan hasil Pemilu 2019, namun masyarakat masih belum sepenuhnya bisa dipisahkan dari label kubu 01 dan 02. Hal tersebut di dasari oleh kekecewaan para pendukung yang dinyatakan kalah, yakni kubu Prabowo. Puncak kekecewaannya diluapkan pada aksi damai tanggal 21 dan 22 Mei kemarin. Meskipun akhirnya aksi tersebut berakhir ricuh, dan menimbulkan beberapa orang luka-luka dan meninggal dunia.
Banyak label yang dilekatkan pada aksi tersebut dari gerakan People Power, Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR), sampai people power enteng-entengan. Label-label tersebut berasal dari Amien Rais yang merupakan pendukung pasangan Prabowo-Sandiaga.
Alhasil sebagian masyarakat tergiring opini oleh apa yang dilakukan oleh Amien Rais tersebut. Ironisnya mengaca dari prosesi pemilu serentak kemarin menggambarkan Pancasila sebagai Ideologi kehidupan berbangsa dan bernegara hanya sebatas formalitas saja.
Sejarah mencatat jika Pancasila lahir tak luput dari sebuah perdebatan panjang. Namun dengan pemikiran nasionalismenya para pendahulu kita berhasil menghasilkan pedoman Ideologi negara dalam sebuah kehidupan masyarakat yang beragam.
Kesadaran atas kebinekaan dan refleksi sila ketiga
Selain Pancasila, terdapat pula semboyan yang ditujukan untuk mempersatukan rakyat Indonesia. Kita mengenalnya dengan sebutan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.”
Oleh karena itu, seharusnya kesadaran atas kebhinekaan tak bisa ditawar-tawar lagi, karena dengan kesadaran tersebut akan mendorong sikap saling menghargai meskipun beda pilihan. Baik kubu 01 maupun kubu 02 semuanya pasti punya keinginan yang sama, yaitu kemajuan bangsa Indonesia. Yang harus kita lakukan sekarang ini adalah menggaungkan lagi sila ketiga yang seakan telah hilang.
Persatuan Indonesia berarti negara mengakui dan menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah kesatuan rakyat yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan latar belakang sejarah, budaya, agama dan kepercayaan yang berbeda. Maka negara (pemerintah) harus menjaga, memelihara dan memperkokoh persatun Bangsa Indonesia.
Negara memfasilitasi dan mendorong berdirinya partai-partai politik, organisasi, badan hukum dan perkumpulan apapun di Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memperkuat persatuan rakyat dalam satu kesatuan, yaitu bangsa Indonesia. Boleh menjadi pendukung nomor 1, boleh juga menjadi simpatisan nomor 2, tetapi janganlah lupa nomor yang ke-3, yaitu persatuan Indonesia.
Kembali Fitri
Kita tahu, kurang dari satu minggu, umat islam akan merayakan hari kemenangan setelah sebulan menjalankan ibadah puasa. Alangkah damainya jika pada Hari Raya Idul Fitri nanti kita juga bisa merefleksikan makna pancasila yang sebenarnya. Khususnya dalam hal persaudaraan dan persatuan Indonesia.
Berbeda pilihan, pendapat, pandangan, adalah hal biasa. Namun jangan sampai sebuah perbedaan itu terbelenggu pada sikap fanatisme yang menuju pada ruang perpecahan atau kehancuran.
Mengutip dari perkaataan K.H Abdurrahman Wahid, mantan Presiden Indonesia ke-empat bunyinya “Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian,”
Jika kita menoleh jauh ke belakang, banyak hal yang bisa kita pelajari dari para pendahulu kita. Salah satunya Gus Dur, sifat Gus Dur patut kita contoh, kepemimpinannya mengedepankan sikap toleran terhadap sesama. Gus Dur mengingatkan, jabatan itu tidak dibawa mati, tidak perlu sampai terjadi pertumpahan darah dari para pengikutnya. Itu pesan Gus Dur yang paling kuat saat ia dilengserkan dari jabatannya.
Melihat itu semua, kita sadar bahwa perlu kita sudahi pertikaian yang disebabkan fanatisme berlebihan pada prosesi pemilu kemarin. Jadikan refleksi dan evaluasi di dasari pada Ideologi kehidupan bangsa dan bernegara kita.
Lantas, sudahkan perilaku kita mencerminkan lima poin penting Pancasila itu?
Penulis: Rima Dian Pramesti