Di bulan Ramadhan yang suci ini, umat Islam diajarkan untuk terus berlomba-lomba dalam hal kebaikan dan mampu menahan lapar baik makan, minum, maupun menahan hawa nafsu. Tapi, Ramadhan tahun ini tampaknya tidak sedikit dari kita yang seakan lepas dari hakikat puasa Ramadhan tersebut.
Adanya seruan gerakan People Power salah satunya. Mereka, sebagaimana kita ketahui mayoritas umat Islam, diajak untuk berbondong-bondong turun ke jalan pada 22 Mei nanti, menuntut sebuah diskualifikasi terhadap lawan politik dari yang didukugnya karena dianggap curang dan sering dikaitkan dengan seruan bela Islam.
Gerakan ini diinisiasi oleh Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais, dan selanjutnya menjadi pemicu kehebohan publik khususnya bagi umat muslim di Indonesia. Gerakan ini terjadi karena ketidakpuasan Amien Rais, sebagaimana diketahui ia adalah pendukung Prabowo Subianto, atas perhitungan KPU yang menunjukkan kemenangan pada Jokowi.
Dengan gerakan ini, mereka menolak proses berjalannya gerakan berdasarkan hukum kenegaraan. Gerakan ini seperti juga tidak memperhitungkan bahwa bulan ini adalah bulan suci yang harus dijaga hakikat ajarannya.
People Power dan Islam di Indonesia
Gerakan People Power ini menyangkut seluruh rakyat di Indonesia dan bukan hanya bagi beberapa kalangan saja. Walaupun mereka yang turun ke jalan dengan menyerukan takbir dan membawa bendera bertuliskan lafal tauhid, hal tersebut sejatinya tidak ada kaitannya dengan Islam di Indonesia. Namun pihak merekalah yang selalu melakukan klaim bahwa hal ini adalah sebuah gerakan dan spirit keagamaan.
Sejak 2014, Amien Rais menyatakan bahwa perjuangan tersebut disamakan dengan Perang Badar. Pernyataan ini ia serukan sejak pemilihan umum lima tahun lalu dan masih santer terdengar sampai sekarang sebagai senjata psikologis karena umat Islam adalah mayoritas. Dan ketika diajak berjuang atas nama agama, maka akan banyak yang tertarik.
Selain Amien, Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Neno Warisman saat Malam Munajat 212 di Monas juga melakukan hal yang sama. Ia membaca puisi yang isinya dinilai mirip dengan doa Nabi Muhammad pada saat Perang Badar.
Pernyataan ini seakan-akan mengkafirkan orang-orang yang tidak satu suara dengan kelompoknya dan halal untuk diperangi. Mengapa dikaitkan? Karena Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan juga.
Bagaimana Perang Badar yang Sesungguhnya?
Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan 2 H atau 13 Maret 624 M antara kaum muslim melawan kafir Quraisy. Ini merupakan perang besar pertama bagi umat Islam dengan jumlah 313 orang melawan 1.000 kaum Quraisy.
Perang ini terjadi karena melawan penindasan juga ketidakadilan yang dilakukan kaum kafir Quraisy. Perang tersebut juga ditunjukkan untuk memperlihatkan kekuatan kaum muslimin terhadap kaum Quraisy.
Disinilah diklaim sebagai sebuah kesamaan model gerakan. Jika ditelisik lebih dalam, apa yang terjadi di Indonesia bukanlah sebuah perang melawan penindasan seperti pada jaman Rasulullah. Namun yang terjadi, mereka memperebutkan kemenangan kekuasaan atas kedudukan presiden di Indonesia. Selain itu beberapa dari mereka juga lebih mementingkan keinginan pribadi.
Hal lain yang tentu tak boleh dilupakan adalah, pesan Baginda Rasulullah SAW kepada sahabat-sahabatnya seusai kemenangan. Bahwa, pada saat itu umat Muslim sedang menuju dari perang kecil ke perang besar. Waktu itu, para sahabat masih cenderung memaknai perang Badar sebagai perang besar. Namun, perang besar yang sesungguhnya menurut Rasulullah adalah peranv melawan hawa nafsu.
Menimbang Keislaman People Power di Bulan Ramadhan
Mereka yang melakukan gerakan itu adalah seperti sebelum-sebelumnya, yakni para kelompok 212 yang kemudian berafiliasi dengan salah satu calon presiden yang maju di Pilpres 2019.
Mereka ini selalu membawa simbol agama Islam di dalam setiap gerakannya seperti gema takbir, pakaian islami, bendera bertuliskan tauhid, dan semacamnya. Sedangkan jika ditilik sebagaimana di atas, yakni sebuah bentuk gerakan politis yang penuh dengan keinginan duniawi adalah hal yang kontradiktif.
Meski masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam ini sedang menjalankan ibadah puasanya, di mana seharusnya umat Islam melakukan amal kebaikan yang nilainya akan dilipatgandakan dan tidak melanggar apa yang dilarang oleh Allah, namun saat mereka yang malah mau ikut gerakan People Power yang jelas-jelas penuh dengan hasrat dan emosi yang seharusnya ditahan (puasa), adalah ironi bagi umat Islam kini.
Dari sini, apakah yang mereka lakukan sebagaimana dinamika di atas, sudahkah sesuai dengan perilaku keislaman yang seharusnya ada di Bulan Ramadhan? Layak disebut seperti perang Badar kah? Semoga Ramadhan tahun ini menjadikan kita benar-benar mendapatkan cahaya dan jauh dari kepalsuan dunia.
Penulis : Afridatun Najah
*Tulisan pernah dimuat di Harian Tribun Jateng pada, Kamis 23 Mei 2019, dengan judul People Power dan Keislaman.