![]() |
Pramoedya Ananta Toer. (Doc. Google) |
Skmamanat.com – “Pram adalah sosok yang optimistik, sedangkan saya adalah sosok yang pesimistis,” ungkap Soesilo Toer, adik Pramoedya Ananta Toer, dalam acara Obrolan Sore Pram Hari Ini bersama Muhibbin M. Dahlan di halaman Gedung Wanita Semarang, Minggu (9/4).
Sore itu, Soesilo menceritakan perjalanan hidup seorang Pramoedya Ananta Toer, pengarang tetralogi buru: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Pramoedya baginya telah menjadi kakak yang sangat bertanggung jawab terhadap ketujuh adiknya.
Sejak bapaknya meninggal, Pram menjadi tulang punggung keluarga. Ia memenuhi kebutuhan hidup keluarga dengan menulis. Hal itu melatarbelakangi karya-karya Pram yang kerap erat mengisahkan keluarganya, karena objek Pram selalu dekat dengannya. Bahkan Pram menulis buku Gadis Pantai dipersembahkan teruntuk ibunya yang sudah meninggal.
Soesilo juga menceritakan, bahwa Pram merupakan sosok yang sangat percaya diri terhadap pendapat yang dilontarkannya. Ketika Pram menjadi redaktur Koran Bintang Timur, ia turut berpendapat perihal kasus plagiat Sastra Indonesia, Tenggelamnya Kapal van der wijck. Pendapat Pram sempat mengundang polemik besar hingga ia diultimatum oleh kejaksaan agung untuk tidak menyelesaikan polemik tersebut, karena dianggap akan mengganggu ketertiban nasional.
“Polemik Pram banyak melahirkan kebencian yang panjang, tetapi Pram membalasnya dengan berkarya,”ujar adik Pramoedya itu.
Dalam perjalanan hidupnya, Pram tidak hanya menjadi sastrawan saja tetapi juga pernah menjadi seorang sejarawan. Ia menulis buku tentang Sejarah Pers Indonesia, meskipun buku tersebut tidak pernah diterbitkan.
“Pram pernah menghitung jumlah keseluruhan mesin cetak di Indonesia,” ujar Soesilo.
Pram juga pernah menjadi akademisi. Ia menjadi dosen Sejarah Indonesia di Universitas Republika, sekarang Trisakti. Ia mengajar mahasiswa dengan metode mengkliping surat kabar. Menurut Pram, dengan mengkliping mahasiswa akan mengetahui realitas sehingga mereka tidak akan mudah dibohongi oleh petinggi Negara.
“Kliping mahasiswanya juga menjadi bahan mentah karya Pram dalam tetralogi Pulau Buru,” katanya.
Untuk mengenang kakaknya, Soesilo membangun Perpustakaan Pataba Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa, di Jalan Sumbawa No.40 Jetis Blora. Ia juga sedang mengusahakan agar nama jalan tersebut dirubah menjadi jalan Pramoedya Ananta Toer.
“Para petinggi Blora sudah menyetujui, namun ada beberapa oknum yang masih tidak setuju karena Pram dianggap sebagai anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra),” tutupnya.
Reporter : Wiwid Saktia N.
Editor : Fajar Bahruddin A.