
Pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi telah menciptakan evolusi di dunia politik. Terurtama dalam praktik demokrasi. Di abad 21 ini, jika berbicara tentang modernisasi dan komunikasi, teknologi digital adalah rajanya. Dengan kemudahan dan efektivitas yang ditawarkan, warga negara banyak memanfaatkan teknologi digital sebagai sarana partisipasi.
APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) telah mengumumkan hasil survei Data Statistik Pengguna Internet Indonesia tahun 2016. Jumlah pengguna Internet di Indonesia tahun 2016 adalah 132,7 juta user atau sekitar 51,5% dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 256,2 juta.
Realita dan data di atas menunjukan salah satu dasar akan semakin meningkatnya pengaruh intensitas internet terhadap perpolitikan global dan Indonesia. Seiring berjalanya waktu, praktik demokrasi digital semakin meningkat selaras dengan tingginya grafik pengguna internet.
Buku Partisipasi Politik Virtual Demokrasi Netizen Di Indonesia karangan Fayakhun Andriadi, memaparkan sebuah potret penggunaan media sosial sebagai alat ampuh berpartisipasi dalam politik. Dari buku ini tergambar bahwa teknologi digital kini bukan hanya sekedar ruang bincang-bincang, tetapi telah masuk ke ruang politik.
Fayakhun Andriani sangat yakin bahwa teknologi digital akan berpengaruh be¬sar tehadap dinamika praktik demokrasi di pelbagai negara, termasuk Indonesia. Fenomena politik dunia menjawab keyakinan penulis. Obama melenggang ke Gedung Putih karena peran media sosial. Revolusi Arab (Arab Spring) dan reformasi Umbrella Hong Kong juga terjadi karena peran media sosial.
Di Indonesia sendiri, gerakan sosial, hukum dan politik, seperti solidaritas Koin Prita. Aksi dukungan 1 juta Facebooker untuk Bibit Candra, dan kemenangan Jokowi-Ahok di Pilkada Gubernur Jakarta tahun 2012 menjadi contoh besarnya pengaruh media sosial.
Untuk lebih meyakinkan pembaca, penulis menyampaikan prototipe demokrasi digital. Pertama, adanya partisipasi politik secara online. Bukti nyata adalah kemenangan Obama dan terpilihnya Jokowi sebagai Gubernur Jakarta, bukan hanya dukungan politik yang didapatkan dari kampanya media sosial, tapi juga penggalangan dana kampanye yang tentunya sangat membantu dari awal pendaftaran hingga terpilihnya pasangan calon.
Kedua, pemanfaatan media sosial se¬bagai alat penyampaian pendapat, seperti protes atas kebijakan rezim penguasa. Protes secara online, pada akhirnya akan mewujudkan protes secara offline yang kemudian secara masif mampu merobohkan kekuasaan lama. Hal ini marak terjadi di Timur Tengah Arab, Turki, Tunisia, Libya.
Sangat mengesankan memang, benar yang dikatan oleh Michael Hauben, bapak Netizen dunia, bahwa kehadiran jaringan internet akan semakin mempekuat demokrasi di tingkat global. Jadi penting sepertinya jika politik virtual diperhitungkan dalam era demokrasi digital yang terus berkembang sampai saat ini.
Datanganya era digital memberi wajah baru bagi partai politik, di Selandia Baru misalnya, muncul partai baru yang cukup unik. Namanya: Partai Internet. Penggagasnya KimDotCom.
Yang perlu dicatat, bahwa di era digital saat ini telah membuka medium yang seluas-luasnya bagi seseorang untuk melakukan aktivitas politik dalam iklim demokrasi. Dengan perantara teknologi digital, hak politik seseorang diberi ruang yang sebebas-bebasnya.
Diagnosis Fayakhun Andriardi adalah semakin maju pergerakan digital, seiring berjalannya waktu, kehidupan dunia akan terus terdigitalisasi. Apalagi dalam tata kelola pemerintahan, sektor ini harus siap menyambut tuntutan di era digital, apabila jika tidak, maka bersiaplah tersalip oleh negara-negara lain. Selamat datang politik virtaul, selamat datang demokrasi digital.
Judul : Partisipasi Politik virtual Demokrasi Netizen di Indonesia
Pengarang: Dr. Ir. Fayakhun Andriadi,M.kom
Penerbit: RMBOOKS
Terbit: November 2017
Tebal: xiii+399 hlm, 140×210 mm
Resentator: Mufazi Raziki