Menyambut kedatangan bulan suci Ramadan, masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah sangat lekat akan tradisi Dugderan. Kemeriahan dalam tradisi Dugderan terdiri dari serangkaian acara seperti pasar malam, prosesi pengumuman awal Ramadan, bahkan kirab kesenian Warak Ngendog. Kemunculan Warak Ngendog sendiri dianggap sebagai simbol toleransi dalam perayaan Dugderan.
Warak Ngendog menjadi ikon yang dinanti oleh banyak kalangan, terlebih bagi masyarakat Semarang, Jawa Tengah. Sebagai karya seni, Warak Ngendog memiliki berbagai nilai estetika, mulai dari ukurannya yang cukup besar, dihiasi dengan warna yang beragam, bahkan diarak oleh rombongan kirab khusus dan menjadi pusat perhatian di perayaan Dugderan.
Dari kemegahan dan keindahannya, Warak Ngendog menyimpan simbol-simbol filosofis. Banyak pesan yang dapat dikaji secara mendalam di dalamnya, dari penggunaan warna merah yang melapisi bagian kepala, lalu mulut yang terbuka lebar menampakkan gigi taring tajam yang merepresentasikan sifat marah, buas, dan rakusnya manusia. Selama menjalankan ibadah puasa nantinya, manusia harus bisa menetralisir sifat-sifat negatif tersebut.
Perjalanan menuju fitrah kemudian disimbolkan melalui bulu keriting menyerupai bulu pitik walik pada tubuh Warak Ngendog. Adapun harapan untuk menjadi suci dan bersih digambarkan melalui keberadaan telur atau endog di antara kedua kakinya. Telur menggambarkan simbol kesucian layaknya janin yang berada dalam kandungan.
Melalui penampilannya yang menarik, Warak Ngendog menggabungkan unsur kebudayaan yang berbeda. Hal ini menjadi sebuah pengingat bagi masyarakat untuk terus saling mengedepankan toleransi. Digambarkan dengan badan kambing, perumpamaan leher unta, dan kepala naga, Warak Ngendog telah memberikan kesan harmonis karena telah mempersatukan tiga kebudayaan yakni, Jawa, Arab, dan Tiongkok.
Pengintegrasian ini menjadi bentuk simbolik dari akulturasi budaya yang ada di masyarakat, melalui terbentuknya objek budaya baru yang dapat diakui bersama oleh semua orang. Secara filosofis, Warak Ngendog menyiratkan suatu pesan mendalam agar masyarakat bersama menyatukan identitas budaya meski terlahir dari berbagai latar belakang yang multikultural.
Dengan demikian, Warak Ngendog tidak hanya memberikan pesan kepada umat muslim saja, tapi kepada seluruh masyarakat agar dapat menjaga diri dan saling toleransi demi keharmonisan antar umat beragama.
Penulis: Hikam Abdillah
Editor: Gojali