• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Selasa, 31 Januari 2023
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Perlunya Edukasi Sampah Sejak Dini

Indonesia menjadi negara dengan urutan nomor dua penyumbang sampah plastik dunia. Tahun 2018 sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton pertahun.

Mohammad Iqbal Shukri by Mohammad Iqbal Shukri
4 tahun ago
in Artikel
0

Sampah menjadi salah satu problem tahunan yang tak kunjung selesai. Dari tahun ke tahun peningkatan jumlah sampah selalu terjadi. Hal ini dipengaruhi oleh minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perhatian terhadap pengelolaan sampah. Meskipun pemerintah sudah membuat beberapa kebijakan tentang larangan aktivitas membuang sampah sembarangan, upaya pemerintah tersebut akan bersifat nihil jika dalam penerapannya masyarakat masih melanggar aturan itu.

Kita semua pastinya sudah mafhum dampak yang dihasilkan dari kebiasaan membuang sampah sembarangan begitu besar. Seperti lingkungan sudah tak ramah lagi bagi kehidupan makhluk hidup sekitar. Sungai, dan laut yang tercemar akan sampah menimbulkan ekosistem hewan laut terancam.

Tersumbatnya aliran sungai akibat menumpuknya sampah di sepanjang sungai Kawasaki padat penduduk hingga akhirnya air sungai meluap pada pemukiman Roman warga, terjadilah banjir. Dari fenomena tersebut yang dirugikan siapa? Dampak negatif tersebut atas dasar ulah siapa? Ya, jawabannya tepat masyarakat itu sendiri. Jadi sudah selayaknya masyarakat harus menyadari akan pentingnya perhatian terhadap sampah ini. Dari masyarakat dan untuk masyarakat itu sendiri.

Banjir yang terjadi di kota-kota besar padat penduduk seperti Jakarta misalnya, sudah menjadi agenda tahunan yang menimbulkan ke khawatiran tersendiri bagi penduduk setempat, tatkala musim penghujan tiba. Mereka sudah harus siap dengan apa yang terjadi, dari banjir, lenyapnya barang pribadi, hingga kesehatan masyarakat pun juga menjadi sebuah ancaman.
Memang, bencana banjir tersebut sangat tidak diharapkan oleh masyarakat.

Baca juga

Pergeseran Makna Cancel Culture di Media Sosial

Ngeri-Ngeri Sedap: Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga

Bahaya Flexing di Media Sosial

Namun jika ditelisik lebih mendalam problem sampah ini tak luput dari peran masyarakat itu sendiri. Dalam upaya mengentaskan problem sampah ini, harus adanya sebuah upaya saling berkaitan dan penuh dukungan dari satu elemen masyarakat kepada elemen lainnya. Dari lembaga pemerintah Republik Indonesia, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa, sampai RT dan RW pun harus saling menyokong untuk menumbuhkan kesadaran masyarakatnya perihal sampah.

Menurut jenisnya sampah terdiri dari dua jenis yakni sampah organik (mudah terurai) dan sampah anorganik (sulit terurai). Contoh sampah organik yaitu sisa makanan, dedaunan kering, dan sayuran buah-buahan. Sedangkan sampah anorganik seperti plastik, kaca dan kaleng.

Indonesia menjadi negara dengan urutan nomor dua penyumbang sampah plastik dunia. Berdasarkan data yang dihimpun dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menuturkan bahwa sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton pertahun.

Sementara itu, menurut Riset terbaru yang dilakukan oleh Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengungkapkan sebanyak 69 persen sampah berakhir pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sedangkan 7 persen sampah masuk dalam tahap daur ulang, sisanya sebanyak 24 persen sampah tidak terkelola, sementara menurut jenisnya perseverance sampah di dominasi oleh sampah organik yakni sebanyak 60 persen, kemudian sampah plastik 14 persen, diikuti sampah kertas 9 persen, metal 4,3 persen, kaca, kayu dan bahan lainnya12, 7 persen. Hal iTunes sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (25/04/2018).

Data tersebut menggambarkan jika masih sedikit sampah yang di daur ulang, serta sampah yang tidak terkelola masuk dalam tahap yang bisa mengancan Dan mencemari lingkungan dan berakibat banjir.

Budaya konservatif

Aktivitas kebiasaan membuang sampah secara sembarangan hakikatnya sudah merujuk pada budaya konservatif yang harus segera dibenahi. Adanya sebuah anggapan bahwa ketika membuang sampah ke aliran air, seperti sungai, laut adalah sebuah solusi menghilangkan jejak sampah.

Padahal kebiasaan tersebut termasuk kategori buruk, sebab membuang sampah di aliran sungai dan laut menjadikan berbagai masalah lagi yakni tercemarnya air, ekosistem sungai dan laut yang di huni oleh berbagai macam jenis makhluk hidup air menjadi terancam. Bukan dampak yang paling besar adalah terjadinya banjir akibat banyaknya sampah yang menyumbat pada aliran sungai, sehingga air meluap ke pemukiman warga.

Edukasi Kelola Sampah

Disini perlu adanya sebuah solusi yang bersifat edukatif terhadap masyarakat Indonesia. Dari pemahaman tentang pentingnya perhatian terhadap sampah, hingga pada edukasi pengelolaan sampah atau proses daur ulang sampah menjadi barang layak pakai.

Hal itu bisa di lakukan sejak sedini mungkin, seperti halnya bisa mulai diterapkan pada sebuah lembaga pendidikan seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan seterusnya. Sebab mereka adalah calon penerus bangsa ini. Nantinya terdapa berbagai macam manfaat atas digaungkannya edukasi tentang sampah sejak dini.

Pertama para pelajar atau siswa paham, sadar akan pentingnya pengelolaan sampah. Kedua timbul kreatifitas siswa untuk membuat barang yang tak terpakai menjadi barang yang bernilai dan layak pakai (penanaman sikap kreatif siswa).

Tak hanya sampai disitu saja, pada lingkungan keluarga dan masyarakat juga punya peran penting. Edukasi bukan hanya pada taraf lembaga pendidikan saja. Edukasi tingkat desa misalnya, para pemimpin Desa atau biasa disebut Kepala Desa dan jajaran pemerintah desa lainnya harus bersama-sama minimal mempunyai program khusus pengelolaan sampah. Misal pelatihan pembuatan pupuk organik, dari sampah dedaunan. Serta program daur ulang sampah lainnya. Al hasil output dari pelatihan nantinya masyarakat bisa mengelola sampah pribadi, bahkan bisa juga menjadi salah satu produk Badan Usaha Milik Desa (BUMD).

Jika sudah sampai pada taraf sebuah komunitas atau lembaga usaha masyarakat, yang di pikirkan adalah soal distribusi dari hasil kreatifitas daur ulang tersebut. Jika hal ini bisa dilakukan secara masif, bisa bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab), dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) dalam hal distribusi. Manfaat yang didapat, dapat mengurangi angka kemiskinan, sebab masyarakatnya sudah dapat menciptakan lahan pekerjaan untuk meningkatkan perekonomian keluarga dan desa. Selain itu bisa mengurangi angka kemiskinan dan mengurangi tingginya angka urbanisasi.

Ya, kita semua tahu setiap upaya dalam mengatasi suatu masalah pasti tak semudah membalikkan telapak tangan. Namun sebuah upaya yang di iringi dengan kesabaran, ketekunan, dan kebersamaan gotong royong tak ada yang tidak mungkin sebesar apapun masalah yang sedang dihadapi negeri ini akan terselesaikan.

Penulis: M. Iqbal Shukri
*Tulisan ini pernah dimuat di Tribun Jateng edisi Kamis, 20 Juni 2019.

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: edukasi sampahedukasi sampah sejak dinikelola sampah
Previous Post

Salah Siapa Mahasiswa Nyeleneh?

Next Post

Pukul Setengah Sembilan

Mohammad Iqbal Shukri

Mohammad Iqbal Shukri

Related Posts

cancel culture di media sosial
Artikel

Pergeseran Makna Cancel Culture di Media Sosial

by Redaksi SKM Amanat
6 Desember 2022
0

...

Read more
ngeri-ngeri sedap komunikasi anak dan orang tua

Ngeri-Ngeri Sedap: Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga

1 Desember 2022
flexing di media sosial

Bahaya Flexing di Media Sosial

13 November 2022
perdebatan di media sosial

Saat Celetukan Ringan di Media Sosial Menjadi Perdebatan Panjang

2 November 2022
cancel culture

Maraknya Tren “Cancel Culture”; Seberapa Parahkah?

31 Oktober 2022

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
pentingnya jurnalisme data

Jurnalisme Data dalam Bercerita

30 Januari 2023
FISIP UIN Walisongo

Keluarga Mahasiswa Korban Penipuan Berharap Dapat Bantuan Dari Kampus

5 Januari 2023
Ma’had Al Jami’ah Kampus 2, UIN Walisongo.

Ma’had Online UIN Walisongo Sebagai Syarat Kelulusan MK Bahasa Arab

19 Januari 2023
Wisuda UIN Walisongo

Kantongi Berbagai Respon atas Diundurnya Jadwal Wisuda UIN Walisongo 

20 Januari 2023
Load More
Amanat.id

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Send this to a friend