
Ketika bertemu seseorang, tak jarang kita melontarkan sebuah pertanyaan untuk sekadar mencairkan suasana. Pertanyaan itu acapkali menjadi pemanis bibir serta pelengkap dalam obrolan atau bisa disebut sebagai basa-basi.
Di Indonesia, kebiasaan basa-basi sering dilakukan seperti di Jawa sebagai bentuk sopan santun terhadap orang lain. Mereka yang memiliki kebiasaan ini biasanya dianggap sebagai pribadi yang ramah.
Namun, kebiasaan berbasa-basi terkadang menimbulkan kesalahpahaman karena tiap orang memiliki tanggapan yang berbeda. Bagi mereka yang sering menerimanya akan terkesan lebih acuh dan menanggapi sebagai candaan belaka.
Misalkan saja ketika seseorang menawarkan untuk berkunjung ke rumahnya, tetapi si lawan bicara menganggapnya sebagai basa-basi dan mengiyakan dengan bergurau. Jawaban dari lawan bicara itu diamini dengan mempersiapkan perjamuan sang tamu yang sebenarnya tidak bisa datang.
Tak hanya itu, seseorang yang berbasa-basi dengan menanyakan hal sensitif, bukannya mencairkan suasana justru menyakiti perasaan orang lain. Misalnya dengan pertanyaan “Kapan kerja?”, seseorang yang sudah memiliki pekerjaan tentu akan menjawab pertanyaan ini dengan mudah. Namun, untuk orang yang sedang mencari pekerjaan, pertanyaan ini menjadi enggan untuk menjawab.
Dewasa ini, generasi muda sudah jarang berbasa-basi dan lebih to the point. Menyampaikan sesuatu dengan tujuan pokoknya dianggap lebih efektif dan efisien, terutama bagi orang yang sibuk dan disiplin.
Namun, basa-basi juga bisa berhasil dilakukan dengan mengetahui latar belakang dan situasi lawan bicara. Basa-basi mengenai topik yang hangat diperbincangkan di masyarakat bisa menjadi awal pembicaraan. Dengan hal ini, bisa menimalkan pembicaraan omong kosong di awal obrolan.
Falenti Nikmatul Anisyah