
Amanat.id– Lembaga Pusat Pengabdian Masyarakat (LP2M) gelar acara diskusi publik nasional dan bedah buku “Menjerat Gus Dur”. Acara tersebut menghadirkan penulis buku, Virdika Rizky Utama, Sahabat Gus Dur, Pendeta Tjahyadu Nugraha, dan Ketua bidang umum hubungan internasional di Gerakan Pemuda Anshor Abdul Aziz Hasyim Wahid sebagai pemantik diskusi, Selasa (18/2/2020).
Bertempat di Auditorium II Kampus III Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Virdika Rizky Utama memaparkan perjalanan jurnalistiknya selama menulis buku Menjerat Gus Dur.
Virdi, mengungkapkan halangan terbesar dari karya adalah waktu. Ia mendapat dokumen konspirasi pelengseran Gus Dur pada Oktober tahun 2018. Namun ia baru memulai risetnya pada 2019.
Ia mengatakan saat akan menulis mengenai Gus Dur, orang tuanya dengan tegas melarang. Karena itulah ia mengaku sempat berhenti menulis, Namun akhirnya ia melanjutkannya kembali tanpa sepengetahuan orangtuanya.
“Udah nggak usah macem-macem kita ini orang biasa,” kata Virdika menirukan ucapan ibunya.
Selama proses pengumpulan data ia banyak mendapat teror dan ancaman-ancaman kecil. Salah satunya, Virdi mengaku pernah mendapat ancaman saat wawancara dengan Amien Rais.
“Sewaktu saya ingin menggali data dari Amien Rais, dia meminta saya memberitahu darimana saya mendapat dokumen itu. Saya bilang tidak bisa, karena menurut kaidah jurnalistik, kalau narasumber tidak mau diketahui identitasnya, maka tugas saya untuk melindungi dia. Dan saat itu Amien Rais berkata, kalau saya tidak mau memberitahu maka saya tidak akan bisa keluar dari rumahnya,” jelasnya.
Ibrah Kisah Gus Dur
Mahasiswa lulusan Pendidikan Sejarah itu memaparkan banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah Gus Dur. Pertama politik itu bukan alat perebut kekuasaan.
“Yang kita bisa belajar dari Gus Dur yaitu, pertama politik bukan perebut kekuasan, politik untuk menyejahterakan masyarakat. Misal dalam 20 bulan Gus Dur menjabat sebagai presiden, ia mampu meletakkan fondasi terbesar yakin pengakuan terhadap umat minoritas, ini terbukti bahwa Gus Dur bukanlah politikus melainkan seorang negarawan,” papar Virdi.
Kedua, lanjut Virdi, Gus Dur bukan orang yang ambisius politik.
“Gus Dur adalah Presiden di masa yang tepat. Gus Dur naik dalam politik itu bukan karena ambisi politik, kalau itu amabisi politik seharusnya Gus Dur pasti menyiapkan infrastruktur politik untuk memepertahankan jabatannya, tapi Gus Dur tak melakukannya,” tambahnya.
Virdi dalam materinya menyayangkan individu Bangsa Indonesia minim keberanian untuk mengungkap sejarah. Padahal di era jaringan informasi yang sangat luas seperti ini, harusnya daya pikir anak muda bisa lebih kritis.
“Saya senang bisa menemukan fakta-fakta kisah Gus Dur. Saya harap fakta-fakta yang telah disebutkan mampu mendukung kurikulum di pesantren, saya juga berharap bisa menginspirasi khususnya kalangan pelajar SMP, SMA dan Mahasiswa,” harapnya.
Ia juga menambahkan pentingnya meluruskan sejarah oleh generasi muda. Baginya, Menulis sejarah itu dengan keikhlasan, bukan dengan dendam, bukan untuk menimbulkan perpecahan tapi untuk mengungkap kebenaran yang kemudian bisa diambil sebuah pelajaran.
“Karena menulis Sejarah itu dengan keikhlasan apa adanya, bukan dengan dendam,” tutup Virdi.
Reporter: Rizki Nur Fadhilah
Editor: Liviana