• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Advertorial
  • Kontak
Senin, 19 Mei 2025
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Penghapusan Kata “Kafir”, Menyalahkan Diksi Alquran kah?

Marzuki S by Marzuki S
6 tahun ago
in Artikel
0

Baca juga

Realitas Semu Emosi Pria

Multitasking: Dalang di Balik Kerusakan Otak

Layakkah Soeharto Jadi Pahlawan Nasional?

Kafir Ilustrasi (www.republika.co.id)

Penyebutan status non-Muslim dalam kehidupan bernegara yang diputuskan Musyawarah Nasional Alim Ulama (Munas Alim Ulama) Nahdlatul Ulama di Kota Banjar, Jawa Barat, 27 Februari-1 Maret 2019 menuai polemik. Banyak yang gagal paham tentang yang dimaksudkan keputusan tersebut, sehingga mengesankan bahwa hasil munas seolah mengamandemen kata Kafir yang disebutkan Alquran sebanyak 525 kali.

Sejatinya, pembahasan dalam forum sidang Komisi Bahtsul Masail (BM) Maudhu’iyyah Munas NU dalam sesi masalah Negara, Kewarganegaraan, Hukum Negara dan Perdamaian ini bukan memutuskan bahwa non-Muslim itu kafir atau tidak. Namun, status non-Muslim dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Artinya, yang perlu digarisbawahi adalah, pembahasan lebih kepada penggunaan term kafir dalam ruang publik, bukan pada ranah teologis. Ini menjadi penting akhir-akhir ini, lantaran banyak masyarakat yang salah menempatkan kata tersebut dalam konteks Indonesia.

Fiqih klasik

Adanya penyebutan kafir dalam sejarah peradapan Islam, pertama kali terjadi pada masa dakwah rasul di Makkah. Setelah Nabi, mealakukan hijrah ke Madinah, kata kafir tidak digunakan kembali oleh nabi dalam konteks pembangunan sebuah negara. Hal itu dapat dirujuk dalam piagam madinah yang menyebut orang di luar Islam dengan sebutan non-Muslim, bukan kafir.

Namun, di masa setelah, ketika Islam semakin meluas dan sistem pemerintahan silih berganti kita dapat menemukan penyebutan kafir dalam kitab fiqih klasik. tepatnya di masa ketika, dinasti-dinasti besar Islam mulai terbentuk. Kurang lebih, status non-Muslim pada masa itu terbagi menjadi empat, yakni mu’ahad, musta’man, dzimmi, dan harbi.

Mu‘âhad adalah penduduk dârul harb (darul harbi, daerah perang/musuh) yang sedang terikat akad perdamaian (al-shulh) dengan daerah Islam/”negara Islam”. Berikutnya Musta’man/Musta’min/Mu’amman adalah non-Muslim yang diperkenankan memasuki ”negara Islam”.

Dzimmi adalah non-Muslim yang menjadi bagian dari warga ”negara Islam” melalui sebuah akad, yaitu ‘aqd al-dzimmah, dengan beberapa ketentuan, antara lain: mereka harus tunduk kepada hukum-hukum Islam yang berlaku dengan beberapa pengecualian; mereka wajib tunduk membayar jizyah (pajak kepala) kepada negara; dan dalam hal-hal tertentu status sosial mereka tidak boleh melebihi penduduk Muslim.

Dalam Sidang Pleno Munas NU, yang diketuai KH Masdar Farid Mas’udi dengan dihadiri pimpinan struktural Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), antara lain Pj Rais Aam KH Miftachul Akhyar, Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj, dan Sekjen PBNU H A Helmy Faishal Zaini, yang dibacakan oleh KH Abdul Moqsith Ghazali, diputuskan bahwa status non-Muslim dalam negara bangsa adalah warga negara (muwâthin) yang memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan warga negara yang lain.

Apa yang menjadi keputusan Munas NU sebetulnya tidak ada yang baru. Ia mengembalikan term kafir pada tempat yang tepat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita hari yang ditarik begitu jauh oleh kelompok-kelompok tertentu.

Penulis: M. Syarif Marzuki

*Diperbaharui pada Jumat, 8 Maret 2019 pukul 10.00 WIB

  • 1share
  • 0
  • 1
  • 0
  • 0
Tags: kafirkafir dalam alquranmunas nunon muslim
Previous Post

Rektor UIN: Jangan Lupakan Orang yang Berjasa untuk Kita

Next Post

Refleksi Hari Nyepi: Bagaimana “Me-Nyepi” Mempengaruhi Kesehatan Jiwa?

Marzuki S

Marzuki S

Related Posts

Emosi Pria, Maskulinitas Pria, Budaya Patriarki, Standar Maskulinitas, Bias Gender
Artikel

Realitas Semu Emosi Pria

by Redaksi SKM Amanat
13 Mei 2025
0

...

Read more
Multitasking, Risiko Multitasking, Dampak Buruk Multitasking, Mahasiswa Multitasking, Pengaruh Multitasking

Multitasking: Dalang di Balik Kerusakan Otak

5 Mei 2025
Gelar Pahlawan, Gelar Pahlawan Soeharto, Kontroversi Gelar Soeharto, Gelar Pahlawan Nasional, Soeharto

Layakkah Soeharto Jadi Pahlawan Nasional?

22 April 2025
Rumah Ibadah, Aturan Pendirian Rumah Ibadah, Intoleransi Agama, Fenomena Intoleransi di Indonesia, Pelanggaran Kebebasan Beragama

Rumah Ibadah adalah Milik Tuhan dan Hamba-Nya

3 April 2025
lebaran, tradisi lebaran, tradisi unik lebaran, tradisi menyambut lebaran, tradisi menarik lebaran

Ragam Tradisi Menarik dalam Menyambut Lebaran di Berbagai Negara

30 Maret 2025

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
Efri Arsyad, Studi Luar Negeri, Harlah PBI UIN Walisongo, Tips Studi Luar Negeri, UIN Walisongo

Efri Arsyad Jelaskan Tantangan dan Manfaat Studi ke Luar Negeri

16 Mei 2025
kesetaraangender, isu kesetaraan gender, webinar gender, budaya patriarki, kpi uin walisongo, uin walisongo

Stella Anjani Jelaskan Faktor Penghambat Terwujudnya Kesetaraan Gender

20 April 2025
Multitasking, Risiko Multitasking, Dampak Buruk Multitasking, Mahasiswa Multitasking, Pengaruh Multitasking

Multitasking: Dalang di Balik Kerusakan Otak

5 Mei 2025
fakultas kedokteran, fakultas kedokteran uin walisongo, fk uin walisongo, launching fakultas baru, uin walisongo, fk

Fakultas Kedokteran UIN Walisongo Resmi Launching, Bawa Misi Keislaman

24 April 2025
Load More

Trending News

  • Aksi Diam, Aksi Diam UIN Walisongo, Perpustakaan UIN Walisongo, Aksi Diam Perpustakaan, Perkuliahan Hybrid UIN Walisongo

    Beberapa Mahasiswa UIN Walisongo Gelar Aksi Diam Tuntut Kembalikan Jam Normal Perpustakaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Atribut Ini Wajib Dikenakan Saat Wisuda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Filosofi Toga yang Harus Wisudawan Tahu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • The Night Comes for Us: Banjir Darah Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca dan Menelaah Falsafah Mandor Klungsu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Aksi Kecil Menjaga Bumi yang Kita Huni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Amanat.id

Copyright © 2012-2026 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Advertorial
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Kontak

Ikuti Kami

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2026 Amanat.id

Send this to a friend