Amanat.id- “Saya menulis karena keterpaksaan,” ungkap Soesilo Toer, narasumber dalam acara Ngaji Sastra yang digelar Unit kegiatan Mahasiswa (UKM) Terater Mimbar ketika ditanya alasan ia menulis untuk pertama kalinya. Acara tersebut bertempat di Auditorium 1 Kampus I UIN Walisongo Semarang, Selasa (21/5/2019).
Acara tersebut juga dimeriahkan oleh gelaran tadarus puisi yang ditampilkan oleh Sembilan UKM Teater se-UIN Walisongo dan UKM Teater IAIN Salatiga serta peserta acara tersebut. Sedang acara Ngaji Sastra sendiri menghadirkan Soesilo Toer dan Zainal Arifin sebagai pembicara dan narasumber.
Dalam kajiannya Soesilo mengaku, ia dididik disiplin sejak kecil oleh kakaknya yaitu Pramoedya Ananta Toer. Dalam ceritanya, ia harus mendapatkan uang tambahan sendiri untuk mencukupi kebutuhan hidupnya di ibu kota. Bahkan, sejak kelas enam Sekolah Dasar. Berangkat dari sana lah, awal mula tekad menulisnya tumbuh.
“Saya sejak kecil dididik dengan kata,” jelasnya.
Penulis asal Blora itu juga memberikan sebuah tips agar mendapat ide yang kaya untuk menulis sebuah karangan. Menurutnya, mencampurkan fakta dan fiksi akan menghasilkan tulisan fiksi yang bagus.
Salah satu buku karya Soesilo, diungkapkannya berawal dari kenyataan yang dialaminnya. Ia bercerita, dahulu ada seorang perempuan asal Wonosari yang dekat dengannya. Namun, ia justru diusir dari rumah sang peremuan ketika mengunjungi rumahnya, karena Soesilo mengatakan ia baru saja menginap di sarkem.
“Kalau saya tahu sarkem itu apa ya sekalian saya coba, lha saya ndak tahu, hahaha,” ungkapnya sambil berkelakar.
Hal tersebut membuatnya kesal. Soesilo melampiaskan kekesalan tersebut ke dalam tulisan dan ia membunuh tokoh perempuan itu dalam tulisannya. Pada akhirnya, tulisan tersebut menjadi sebuah buku berjudul “Kompromi”.
“Saya kan menuliskan fakta yang saya alami, kemudian menambahkan fiksi yaitu cerita membunuh sang peremuan itu dalam buku saya,” jelasnya.
Kemudian, Soesilo berpesan pada generasi sekarang untuk terus menulis. Banyak ide yang data dituliskan, salah satunya dengan kejadian yang dialami sendiri. Katanya, jangan pernah menyerah dengan kritik. Buktikan kritikan itu bisa berubah menjadi sesuatu yang hebat.
“Dulu, Pram pernah dikritik oleh kritikus dari Balai Pustaka, namun Pram membuktikan yang sebaliknya, bahkan buku-bukunya telah diterbitkan dan diterjemahkan puluhan kali di berbagai Negara,” pungkasnya.
Penulis: Azzam Ashari
Editor: Rima Dian Pram