Banjir yang memblokade sebagian wilayah kota Semarang beberapa hari terakhir ini menjadi dilema hingga membuat masyarakat yang terdampak kesusahan.
Curah hujan yang tinggi mengakibatkan meningkatnya volume air hingga membuat air menggenangi rumah warga. Sungai dan tanggul juga sudah tidak mampu menahan volume air yang makin bertambah. Daerah resapan di daerah kota juga semakin berkurang akibat dari pembangunan secara terus menerus.
Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa ada beberapa alasan banjir di Semarang. Selain akibat dari penurunan wilayah secara berkala, fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) juga merupakan penyebab terjadinya banjir di Semarang.
MJO adalah hasil analisis dua orang ilmuwan yang bernama Rolland Madden dan Paul Julian dari American National Centre for Atmospheric Research (NCAR). Dijelaskan dalam jurnalnya, keduanya menemukan secara tiba-tiba suatu gelombang yang terjadi dari barat ke timur dengan periode osilasi selama 40-50 hari ketika menganalisis anomali zona angin di daerah tropis Pasifik pada tahun 1971.
Rolland dan Paul menggunakan data hasil pencatatan 10 tahunan tekanan di Kanton (pada 2,8°S di Pasifik) dan angin upper level di Singapura. Osilasi permukaan dan angin upper level kemudian berakhir di Singapura. Hingga di awal tahun 1980-an, penelitian terbayar sudah dengan osilasi, yang kini terkenal sebagai MJO.
MJO memengaruhi troposfer pada atmosfer dan bergerak dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik. Fenomena MJO ini memiliki delapan fase yang berlangsung kurang lebih 30-60 hari tiap siklusnya. Fase pertama, peningkatan curah hujan (konveksi) berkembang di atas Samudra Hindia sebelah barat. Fase kedua dan ketiga, Peningkatan konveksi (curah hujan) bergerak secara perlahan ke arah timur di atas Afrika, Samudra Hindia, dan beberapa area di sub kontinen Hindia.
Fase keempat dan kelima, Peningkatan konveksi (curah hujan) mencapai kontinen maritim. Fase keenam hingga terakhir, Peningkatan konveksi (curah hujan) bergerak lebih jauh ke timur ke arah barat Pasifik dan berakhir di tengah Pasifik untuk kemudian memulai lagi fase MJO berikutnya.
Jika dilihat dari letak geografisnya, Indonesia termasuk ke dalam kontinen maritim yang terletak di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Hal inilah yang menyebabkan beberapa daerah di Indonesia mengalami cuaca yang sangat ekstrem.
MJO memasuki wilayah Indonesia melalui Sumatera dan menjalar ke arah timur dengan intensitas yang lemah. Daerah yang paling berpotensi terkena cuaca ekstrem adalah daerah pesisir. Bertepatan dengan wilayah Semarang yang terletak di daerah pesisir, itulah yang kemudian Semarang mengalami peningkatan curah hujan yang tinggi disertai dengan angin kencang dan petir. Apalagi, saat ini kota Semarang juga mengalami kemerosotan tanah yang cukup signifikan. Kondisi inilah yang semakin memperburuk cuaca.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tidak hanya Kota Semarang yang mengalami hal tersebut. Wilayah di sekitarnya juga mengalami hal yang sama, seperti Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Sebagian Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan.
Penulis: Dwi Khoiriyatun
Editor: Eka R.