Sebuah metodologi sangat penting dalam proses pembelajaran. Guru harus mempunyai itu. Apalagi, jika murid yang diasuh berkebutuhan khusus. Tentu, cara mengajarnya tak sama dengan murid pada umumnya.
Hal itulah yang dihadapi oleh Umar (36). Sebagai seorang Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang, ia mempunyai tanggung jawab untuk mencerdaskan anak-anak yang bernasib tak semujur kebanyakan.
Pun begitu, Pria lulusan UIN Walisongo tahun 2005 ini berkeinginan supaya anak tunarungu juga dapat membaca Alquran dengan baik dan benar.
Barawal dari keinginannya tersebut, ia lalu mengikuti pelbagai pelatihan Pendidikan Luar Biasa (PLB) bagi guru non-PLB. Dari situ, Umar mencetuskan metode “Komtal”, yang berarti komunikasi total.
Komunikasi total merupakan sebuah pendekatan dengan memanfaat segala komunikasi dalam pengajaran untuk anak tunarungu. Di samping menggunakan media yang sudah lazim, yakni berbicara, membaca ujaran, menulis, dan memanfaatkan sisa kemampuan pendengaran anak, pendekatan ini juga menggukan isyarat alamiah, abjad jari, dan isyarat yang dibakukan.
Sebenarnya, istilah komunikasi total mulai popular di Amerika Serikat pada tahun 70-an, dengan ditandainya konferensi eksklusif untuk sekolah-sekolah anak tunarungu di sana. Di Indonesia, baru dikembangan mulai 1978 hingga sekarang. Akan tetapi belum ada yang menggunakan metode ini sebagai sebuah cara untuk membaca Alquran.
Umar mengawali hal itu. Metode ini diaplikasiakan dengan mengenalkan isyarat huruf hijaiyah. Setelah murid dapat membedakan, maka tahap selanjutnya akan diajari cara membaca kata-kata Arab.
“Karena ke depanya agak sulit ketika sudah sampai huruf sambung, maka saya kembangkan ke metode membaca Alquran dengan model artikulasi atau oral. Masih pengembangan terus,” katanya saat ditemui di SLBN Semarang, Senin (1/10).
Berkat metodenya tersebut, Umar berhasil meraih penghargaan Guru PAI Berprestasi Tingkat nasional yang diadakan Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia tahun 2015. Tak berselang lama, ia juga mendapatkan penghargaan Apresiasi Pendidikan Islam (API) dari Kementerian Agama RI di tahun yang sama.
Umar menuturkan, prestasi itu tidak didapatkan dengan mudah. Ia mengikuti seleksi yang ketat. Tahapan seleksi dilalui dari tingkat kota, provinsi dan terakhir pusat. Selain itu, peserta yang berpartisipasi bukan hanya guru sekolah berkebutuhan khusus, namun guru Sekolah Dasar (SD) secara umum.
“Tentunya kita melalui seleksi dulu, dari kota lalu provinsi, kita kan dari SLB dan ‘musuh-musuh’ kita dari umum, dari sekolah tingkat dasar tapi umum. Kalo saya kan dari SLB nya,” katanya.
Penulis berjiwa santri
Selain berprofesi sebagai guru, kehidupan Umar juga tidak terpisahkan dari dunia tulis menulis. Ia mengaku, kebiasan menulis sudah terbangun sejak dirinya memasuki pondok pesantren. Jenis tulisan seperti puisi dan cerpen menjadi kegemarannya kala itu.
Ketika memasuki perguruan tinggi kemampuan menulisnya di pertajam dengan mengikuti organisasi Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat UIN Walisongo.
“Saya suka menulis sejak dari pesantren, bahkan saya masih semua catatan saya di pesantren,” ungkapnya.
Tercatat, tujuh buku tercipta dari tangannya dan sudah diterbitkan. Di antaranya Kapur dan Papan; Kumpulan Kisah Inspiratif Guru yang terbit sampai tiga edisi. Lalu, Agama Kami Berbeda (Kumpulan Puisi Anak), Kisah Pengalaman Lucu Guru, dan masih banyak yang lainnya. Profesi sebagai guru, mengilhami hampir seluruh karya yang dia buat.
Hingga kini, jiwa santri dalam diri Umar masih melekat kuat. Dalam keseharianya, ia aktif mengajar ngaji di rumahnya, Jalan Mangunharjo RT 04 RW 01 Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tembalang dan di pondok pesantren Al-Ishlah Semarang.
Tidak hanya itu, Umar kini sedang berusaha mewujudkan Pesantren Inklusif. Sebuah pesantren yang rencananya didedikasikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Hal ini berangkat dari banyaknya permintaan dari wali murid yang ingin anak berkebutuhan khusus bisa membaca Alquran.
“Insyaallah nanti kita berencana, mohon doanya, ingin membuat sebuah pesantren inklusif, anak-anaku kan ada yang berkebutuhan khusus, malah kemaren masukan dari wali murid anak-anak untuk diajarin ngaji,” pungkasnya.
Reporter: Mufazi Raziki
Editor: Semoroneng Bumi
*Tulisan ini pernah dimuat di Tabloid SKM Amanat edisi 131