Indonesia dikenal dengan keberagaman. Semua padu menjadi satu, mulai dari suku, ras, budaya, dan agama. Keberagaman ada karena perbedaan-perbedaan. Tak ayal jika hal ini kerap memunculkan stigma dan diskriminasi terhadap suatu kaum, khususnya minoritas agama.
Perlu adanya penanganan stigma dan diskriminasi terhadap kaum minoritas agama jika ingin membangun masyarakat Indonesia yang berkeadilan dan inklusif.
Hal ini membutuhkan perhatian serius karena setiap individu berhak diperlakukan dengan adil tanpa memandang keyakinan agamanya.
Salah satu contoh adalah pembubaran jemaah Gereja Mawar Sharon (SGM) di Binjai, Sumatera Utara pada 19 Mei 2023 silam. Mereka dibubarkan oleh beberapa warga karena tempat tersebut tidak memiliki izin rumah ibadah.
Hal ini membuktikan bahwa hak-hak dan kebebasan warga beragama tidak terpenuhi dengan baik. Juga, secara tidak langsung menunjukkan bahwa memang masyarakat memegang peran penting dalam kemaslahatan masyarakat itu sendiri.
Menurut Gusdur, keberagaman pemikiran, agama, ras, suku, bahasa, dan budaya harus diangkat sebagai landasan kesatuan dalam kehidupan bersama.
Dalam konteks ini, penegakan HAM menjadi sangat penting bagi semua lapisan masyarakat. Namun, Gusdur menyatakan bahwa penegakan HAM jarang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, khususnya oleh sebagian ulama Islam.
Bersama Mengikis Stigma
Untuk mengatasi hal tersebut, perlu adanya kolaborasi antar elemen. Bukan hanya langkah konkret dari pemerintah, melainkan ada suara masyarakat di sana. Pemerintah perlu merumuskan hukum yang kuat untuk melindungi hak-hak minoritas agama. Kebijakan anti diskriminasi yang tegas dan penegakan hukum yang adil dapat membantu mencegah dan menindak diskriminasi.
Peran pemimpin agama dan tokoh masyarakat juga penting dalam mempromosikan pesan perdamaian, toleransi, dan kerukunan antar umat beragama. Kolaborasi aktif dari semua pihak diperlukan untuk membangun masyarakat yang lebih sadar akan pentingnya keberagaman dan keadilan.
Dengan demikian, mengatasi stigma dan diskriminasi terhadap minoritas agama bukan hanya tanggung jawab satu pihak, tetapi merupakan komitmen bersama untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis, di mana setiap individu dihormati tanpa terkecuali. Karena sesuai dengan semboyan Indonesia, Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi tetap satu jua.
Penulis: Ahmad Kholilurrokhman
Editor: Eka R.