UIN Walisongo sedang berupaya menyelesaikan problem wisuda. Semula pelaksanaan wisuda di UIN Walisongo diadakan dua kali dalam setahun (satu kali tiap semester). Namun, dalam pelaksanaan sistem tersebut dirasa kurang efektif, sebab memunculkan permasalahan yang mengiringinya.
Di antara masalah itu adalah kapasitas aula yang terbatas, sedangkan jumlah wisudawan banyak. Ditambah lagi dengan jumlah undangan orang tua atau wali wisudawan. Otomatis pihak panitia wisuda harus menyediakan tenda dan kursi di luar aula untuk menampung para orang tua atau wali wisudawan. Kemudian pelayanan yang seperti itu dianggap (memang) kurang menghargai orang tua atau wali wisudawan yang hadir.
Lantas muncul dua alternatif solusi yang menjadi pilihan. Pertama, menambah kapasitas aula atau kedua menambah frekuensi pelaksanaan wisuda.
Dipilihlah alternatif yang kedua dengan pelaksanaan wisuda dalam satu tahun menjadi empat kali, menggunakan wisuda sistem kuota.
Kuota awal yang disediakan sebesar 600 kursi untuk D3 dan S1. Sementara untuk kuota wisudawan S2 dan S3 tidak dibatasi. Dengan catatan jika kuota periode wisuda yang dituju habis maka calon wisudawan harus mendaftar pada periode pelaksanaan wisuda berikutnya.
Namun, ketegasan aturan tersebut dalam faktanya hanya menjadi khayalan belaka. Buktinya ada perpanjangan waktu pendaftaran, padahal kuota 600 tersebut telah terpenuhi. Perubahan kebijakan tersebut termaktub dalam surat edaran tembusan rektor dengan Nomor: B-2513/Un.10.0/R.3/PP.00.9/08/2019 yang diterbitkan pada Jumat (2/08/2019).
Selain perpanjangan waktu pendaftaran wisuda online, terjadi perubahan kebijakan terkait jumlah kuota. Tidak ada batasan kuota atau unlimited hingga masa perpanjangan waktu pendaftaran ditutup. Dengan ketentuan baru yakni kuota wisuda periode Agustus 2019 mengikuti jumlah yang telah lulus ujian munaqosyah paling akhir tanggal 31 Juli 2019.
Uji coba
Dari fakta-fakta tersebut, menggambarkan jika pihak birokrasi UIN Walisongo belum siap dengan penerapan wisuda sistem kuota. Memang ini adalah pertama kalinya, hingga wajar jika bisa dikatakan menjadi sistem uji coba.
Namun, yang sangat disayangkan adalah kurang tegasnya dalam menjalankan aturan atau ketentuan yang telah dibuat sebelumnya. Hingga memaksakan mengalami perubahan. Padahal tak menutup kemungkinan kebijakan baru tentang perpanjangan pendaftaran tanpa ada batasan kuota dapat menimbulkan problem baru.
Bisa saja jumlah wisudawan yang mendaftar hingga 6 Agustus nanti bertambah banyak tidak sesuai dengan perkiraan yang ada. Hingga hasilnya adalah kapasitas aula tidak cukup untuk menampung. Alternatifnya, pihak panitia harus menyediakan tenda dan kursi untuk menampung para peserta atau wali wisudawan yang hadir.
Bukan problem baru, sebuah problem lama yang diulang kembali. Dan wisuda sistem kuota yang diharapkan bisa menjadi solusi, ironis jika nantinya hanya menjadi sebuah ilusi yang tak bertepi.
Ataukah akan ada perubahan kebijakan, setelah penutupan perpanjangan pendaftaran nanti? Kita tunggu saja.
Dalam hal ini perlu dipertanyakan kembali, sebenarnya kapasitas ruang aula bisa menampung berapa orang? Dengan mempertimbangkan kenyamanan bukan hanya sekedar memaksakan.
Siap tidak siap harus siap, meskipun dalam kenyataannya bisa dikatakan (memang) belum siap dalam pelaksanaan wisuda sistem kuota ini.
Penulis: M. Iqbal Shukri