
Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu menjadi perhatian publik sekarang ini. Hal itu, menyusul perubahan yang terjadi di tubuh lembaga anti rasuah yang telah berdiri semenjak tahun 2002. Perubahan itu yakni tentang disahkannya Revisis Undang-undang tentang KPK dan penetapan ketua KPK beberapa waktu lalu.
Banyak dari kalangan mahasiswa yang melakukan aksi untuk menolak Revisi UU tersebut di berbagai daerah di Indonesia. Namun, aksi mahasiswa tersebut terbilang sia-sia sebab RUU tentang KPK tersebut tetap disahkan DPR pada 17 September 2019. Pemerintahan Jokowi yang menjanjikan mengeluarkan Perpu, hingga hari ini pun tak kunjung terlihat.
Ada beberapa pasal dalam UU KPK yang baru dianggap bermasalah. Di antaranya, Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan KPK bukan lagi lembaga negara yang independen dan Pasal 40 ayat (1) perkara besar dengan tingkat kerumitan tertentu berpotensi dihentikan.
Selain Revisi UU KPK, pemilihan ketua KPK juga menuai kontroversi sebab pimpinan KPK yang baru berasal dari Eks-Kepolisian. Sedangkan KPK adalah lembaga yang tak terpengaruh oleh pihak manapun. Pimpinan KPK baru tersebut bernama Firli Bahuri. Berdasarkan catatatan, Firli pernah melalakukan sejumlah pertemuan yang terseret kasus korupsi di KPK. Pertemuan Firli dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang (TGB) adalah bentuk pelanggarannya sebab saat itu TGB sedang menyelidiki dugaan korupsi divestasi Newmont.
Kinerja KPK kian memburuk hal itu dapat dilihat dari gagalnya KPK menangkap pelaku suap Calon Legislatif (CALEG) gagal dari partai PDI-Perjuangan kepada eks Komisioner KPU (Komisi Pemilihan Umum), Harun Masiku. Menurut pengakuan Ditjen Imigrasi Beliau berada di Singapura 6 Januari 2020 tepatnya 2 hari sebelum OTT Wahyu Setiawan. Sampai tanggal 13 Januari pihak Imigrasi belum menerima catatan Harun Masiku telah kembali ke Indonesia. sejak saat itu KPK mengajukan permintaan pencegahan Harun Masiku keluar negeri. Padahal pemberitaan di Koran Tempo mengungkap fakta Harun Masiku telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari dan juga rekaman CCTV di Terminal 2F Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng meengungkap hal tersebut.
Dalam hal ini berarti ada pihak yang sengaja menyembunyikan keberadaan Harun Masiku, Mentri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mencopot Dirjen Imigrasi secara tiba-tiba. Yasonna beranggapan bahwa pencopotan itu guna menghindari konflik kepentingan.
Selain kasus Harun Masiku yang gagal ditangkap, KPK lembaga anti rasuah yang selalu diandalkan itu juga gagal menggeledah markas PDI-Perjuangan. Pihak PDI-Perjuangan berdalih bahwa penggeledahan itu tanpa surat dan itu melanggar peraturan perundang-undangan yang berelaku. Jadi pihak KPK gagal untuk menggeledah.
Di tengah kinerja buruk KPK, Pimpinannya Firli justru malah mendadak jadi koki di acara sialturahmi bersama Dewan Pengawas KPK, hingga pejabat struktural KPK di Gedung Merah Putih KPK, lantai 3, Jakarta selatan. Hal tersebut menuai hujatan banya pihak. Karena masyarakat merasa digantung terkait kasus Harun yang entah seperti apa endingnya, pimpinan malah mengekspresikan kesenangan bahkan menganggap seolah kasus ini adalah sepele.
Jika dipandang dari kinerjanya, Firli diminta oleh banyak pihak untuk mundur dari jabatannya. Kegagalan demi kegagalan menyelimuti kinerja Firli padahal ini adalah masa awal jabatannya. Argumen tersebut yang menjadi dasar mereka menuntut Firli untuk mundur.
KPK merupakan anak kandung dari semangat reformasi kini seolah tak bisa diharapkan banyak. Yang ada kepercayaan publik terhadap lembaga ini terus menurun dari waktu ke waktu. Jika sudah demikian, maka kita hanya tinggal menunggu pembusukan lembaga yang paling kita harapakan menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi.
Penulis: Ridho Alamsyah