Banyak mahasiswa yang merasa salah jurusan ketika kuliah. Fenomena ini umum terjadi di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Sehingga ketika lulus dari kampus, tak sedikit orang yang bekerja atau berkarir tidak sesuai jurusannya.
Kuliah Jurusan Manajemen namun bekerja menjadi call center. Jurusan Pertanian namun bekerja sebagai pegawai administrasi. Ada juga yang kuliah di Jurusan Sains tapi bekerja sebagai desk collector.
Dalam penelitian yang berjudul Indonesia Career Center Network (ICCN) pada tahun 2017, dinyatakan bahwa 87% mahasiswa di Indonesia mengambil jurusan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Mereka cenderung mengambil jurusan umum yang dibutuhkan di dunia kerja daripada mengambil jurusan yang khusus tetapi peluang kerjanya sedikit. Dengan salah jurusan ini, mereka cenderung terpaksa dan tidak optimal dalam menjalani perkuliahan serta berujung dengan bekerja di luar bidangnya.
Sebenarnya terdapat beberapa alasan lain mengapa seseorang bekerja tak sejalan dengan apa yang ia pelajari, di antaranya;
Kurang skill
Keterampilan dan pengalaman yang kurang tentang dunia kerja biasanya membuat kita bingung dalam memilih pekerjaan. Pekerjaan yang ‘seadanya’ dan ‘sebisanya’ akan menjadi jalan ninja dalam mengambil pekerjaan. Serabutan pun rela dikerjakan daripada hanya sekedar menganggur.
Kurangnya skill biasanya mengantarkan kita pada pekerjaan dengan gaji yang minim. Pekerjaan dengan gaji yang besar cenderung menuntut kita untuk terampil dalam bidang yang kita tekuni. Misalnya seorang manajer dengan gaji besar harus memiliki management skill dan mahir dalam pekerjaannya
Perbedaan Skill dengan Jurusan
Terkadang skill yang kita minati berbeda dengan apa yang kita pelajari di perkuliahan. Misalnya kuliah jurusan sains namun memiliki skill videografi dan pengalaman yang mumpuni sehingga bekerja dalam industri perfilman.
Memiliki keterampilan yang tidak sejalan dengan jurusan bukanlah masalah. Kita bisa mengasah dan mempersiapkannya untuk terjun di dunia kerja. Pada kenyataannya, lowongan pekerjaan tidak hanya melihat latar belakang pendidikan saja. Tetapi juga dari pengalaman dan keterampilan yang kita miliki.
Kita tidak bisa sepenuhnya memaksa keadaan untuk selaras dengan apa yang kita inginkan. Misalnya ketika orang tua menuntut kita untuk meneruskan bisnis keluarga yang mana berbeda dengan jurusan kita, namun tidak ada pilihan lain untuk menolaknya. Selain itu, bisa juga karena kurangnya lapangan pekerjaan yang sejalan dengan jurusan yang kita pelajari.
Mencoba sesuatu di luar zona nyaman membuat kita menjadi terbuka dengan hal-hal baru. Kita berusaha untuk beradaptasi dengan keadaan yang sebelumnya belum pernah ada di benak kita. Seperti halnya kuliah salah jurusan.
Meski begitu, ada satu hal penting yang perlu diperhatikan mahasiswa yang merasa salah jurusan. Kampus merupakan laboratorium ilmu pengetahuan. Di sana, kita tidak hanya bisa mengambil pengetahuan dari jurusan kita, namun juga bisa mengambil dari luar itu. Dalam arti, pengetahuan yang kita sukai.
Di dalam kampus, aktivitas bukan hanya melulu soal kuliah dengan dosen. Namun juga ada organisasi baik itu dalam bentuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) maupun organisasi luar yang terhubung dengan dunia kampus.
Capaian setiap kampus adalah menjadikan lulusannya menjadi ahli di bidang yang digeluti. Namun, bagi mahasiswa yang merasa salah jurusan dan harus ‘terpaksa’ bertahan di kampus itu karena alasan di luar dirinya, dia masih bisa menjadi ahli dengan alternatif pengetahuan di luar jurusannya yang ia sukai.
Teori keahlian yang paling popular bahwa kunci untuk menjadi seorang ahli adalah mencurahkan setidaknya 10.000 jam untuk mempelajari dan mempraktikkan suatu hal. Gagasan ini pertama kali dicetuskan oleh penulis psikologi, Malcolm Gladwell.
Gladwell juga berpendapat, musisi hebat The Beatles kemungkinan menghabiskan sekitar 10.000 jam berlatih bermain musik selama awal 1960-an. Lalu pengusaha teknologi, Bill Gates, ia telah mengabdikan 10.000 jam untuk mempraktikkan pemrograman sebelum dia menciptakan Microsoft.
Gladwell menegaskan, seseorang bisa menjadi ahli di hampir semua bidang selama mereka bersedia mencurahkan 10.000 jam yang diperlukan untuk mempelajari dan mempraktikkan subjek atau keterampilan.
Selamat mencoba!
Penulis: Gita Nurul Faradina