Isu kesehatan mental menjadi pembicaraan yang sering dijumpai dewasa ini, terutama di jagat media sosial. Generasi Z (gen-Z, kelahiran 1996-2009) sebagai pengguna media sosial terbesar lah yang sering membicarakan isu ini.
Kepedulian gen-Z atas isu kesehatan mental dibuktikan dengan laporan dari American Psychological Association (APA). Laporan tersebut mengungkapkan gen Z lebih mungkin mendapatkan terapi kesehatan mental daripada Generasi Milenial, Generasi X, Generasi Baby Boomer, dan generasi atasnya.
Perhatian khusus terhadap kesehatan mental membuat mereka peduli dengan diri mereka. Salah satunya tentang kepribadian. Beberapa orang beranggapan mengetahui kepribadian menjadi salah satu upaya mengenal dan lebih dekat dengan diri.
Urgensi mengetahui kepribadian diri sendiri, bagi mereka menjadi hal yang harus disampaikan kepada publik. Selain untuk meningkatkan eksistensi diri, juga sebagai bentuk kepedulian terhadap sesamanya. Hal itu menjadi penyebab yang masuk akal alasan Gen-Z memiliki kecenderungan yang sama dalam hal kepedulian tentang kepribadian diri.
Dampaknya, banyak sekali muncul situs tes keprbadian di internet. Beberapa orang menanggapi hasil tes kepribadian dengan serius, beberapa lainnya hanya sekadar iseng mencoba.
Maraknya berbagai jenis tes kepribadian membuat masyarakat antusias terlebih di kalangan anak muda. Salah satu tes kepribadian yang sedang hangat diperbincangkan adalah Myers-Briggs Type Indicator (MBTI).
Tes MBTI pertama kali dicetuskan oleh Katharine Cook Briggs dan putrinya pada tahun 1962. Tes tersebut dikembangkan berdasarkan teori psikologi Carl Jung dalam buku berjudul Psychological Types. Menurutnya, manusia memiliki empat sifat dasar:
- Berdasarkan cara memusatkan perhatian: Extrovert (E) vs Introvert (I).
- Berdasarkan cara memahami informasi dari luar: Sensing (S) vs Intuition (N).
- Berdasarkan cara membuat keputusan: Thinking (T) vs Feeling (F).
- Berdasarkan cara merespons lingkungan sekitarnya: Judging (J) vs Perceiving (P).
Akurasi Tes MBTI
Walaupun didasari pada teori Psikolog terkemuka, akurasi tes MBTI masih menuai kontroversi. Lembaga resmi MBTI mengklaim tes tersebut akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, beberapa Psikolog modern menilai tes MBTI tidak akurat karena dapat menghasilkan hasil yang berbeda pada orang yang sama. Mereka menganggap tes MBTI terlalu sederhana dalam mengelompokkan kepribadian seseorang. Terlebih, tes MBTI dapat diakses dengan mudah melalui web-web yang beredar.
Kepribadian seseorang tidak dapat dinilai hanya dengan menjawab sejumlah pertanyaan dengan opsi jawaban yang terbatas. Seperti pada sifat extrover dan introver, kenyataannya banyak orang yang tidak murni extrover dan introver. Melainkan berada pada tengah-tengah. Terkadang seseorang membutuhkan energi dari interaksi sosial dan di lain waktu membutuhkan waktu untuk sendiri.
Meskipun akurasi MBTI masih diragukan, beberapa lembaga besar masih menggunakannya. Contohnya Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Brebes, mereka melakukan tes MBTI pada sejumlah Aparat Sipil Negara (ASN) dan mengumumkan hasilnya ke publik.
Menurutnya, melalui tes MBTI dapat mengetahui tipe kepribadian masing-masing pegawai. Sehingga lebih mudah untuk mempertahankan dan berusaha menjadi pribadi lebih baik.
Cara yang lebik bijak dilakukan untuk mengetahui kepribadian seseorang, bisa berkonsultasi kepada Psikolog. Psikolog akan membantu dan mendampingi dalam melakukan tes kepribadian.
Penulis: Najwa Alfasahra Zen