Pernahkah kamu mendapatkan teman kelompok yang tidak memberikan kontribusi? atau parahnya lagi hanya nitip nama semata. Ketika dihadapkan pada keadaan ini, tentunya akan muncul perasaan campur aduk, mulai dari kesal, bingung, dan ingin marah. Padahal, kerja kelompok seharusnya dikerjakan secara berkelompok, bukan hanya beberapa orang saja. Fenomena ini dinamakan social loafing atau kemalasan sosial.
Social loafing pertama kali dicetuskan oleh Max Ringelmann, ahli teknik pertanian dari Perancis. Pada tahun 1913, Ringelmann tertarik untuk meneliti cara agar para petani dapat memaksimalkan produktivitas mereka. Ia menyuruh sekelompok petani untuk menarik seutas tali. Harapannya, dengan banyaknya orang yang menarik tali maka kekuatan yang dihasilkan akan semakin besar. Namun pada kenyataannya, Max mendapatkan bahwa para petani menarik tali lebih kuat saat mereka sendiri daripada saat berkelompok.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa social loafing adalah keadaan di mana seseorang lebih berusaha dengan keras ketika bekerja sendiri dibandingkan bersama kelompok atau singkatnya tidak mau berusaha maksimal ketika bekerja kelompok.
Sesuatu bukan datang tanpa sebab, pun fenomena ini. Ada beberapa penyebab utama munculnya social loafing pada diri seseorang. Pertama, berkurangnya rasa tanggung jawab. Seorang social loafing merasa bebannya menjadi berkurang ketika bekerja dalam kelompok hingga ia menganggap remeh tugas tersebut. Ia jadi melimpahkan tugas kepada teman-teman yang lain karena pola pikirnya tadi. Jelas-jelas, tugas kelompok merupakan tanggung jawab setiap anggota kelompok.
Kedua, motivasi. Motivasi pada seseorang bisa dipengaruhi oleh banyak hal. Misalnya, seseorang yang lebih suka bekerja sendirian akan merasa hilang motivasinya ketika bekerja dengan kelompok. Ada juga karena ia merasa banyak orang yang lebih pintar darinya pada kelompok tersebut sehingga motivasinya turun perlahan.
Ketiga, ekspektasi. Dalam suatu penelitian, Williams dan Karau menemukan bahwa seseorang akan bekerja lebih keras dalam kelompok ketika berpikir rekan kerja mereka memiliki kinerja yang lebih buruk darinya. Biasanya, rasa semangat untuk mengerjakan sesuatu itu muncul karena kita bisa. Ketika menemukan orang yang ternyata lebih hebat dari kita maka hilanglah pemacu semangat dalam diri.
Keempat, besar dan kecilnya kelompok. Semakin banyak orang dalam suatu kelompok, tentu peran masing-masing anggota akan lebih sedikit sehingga mereka akan merasa bahwa perannya tidak terlalu dibutuhkan. Sebaliknya, semakin dikit orang orang dalam suatu kelompok, peran masing-masing anggota akan lebih banyak sehingga mereka akan merasa bahwa perannya sangat dibutuhkan.
Ketika dibiarkan, social loafing akan berdampak pada performa kelompok tersebut. Kelompok yang didominasi dengan social loafing akan mengalami ketimpangan kinerja karena hanya beberapa yang berkontribusi.
Jika tak ada satu pihak yang mengalah, maka tugas kelompok yang diberikan oleh dosen akan terbengkalai dan melewati batas pengumpulan (deadline). Harus ada yang menengahi sekaligus memonitor sehingga kelompok tersebut jelas akan dibawa kemana arahnya. Kuncinya adalah komunikasi yang baik dan kesadaran diri masing-masing anggota.
Penulis: Revina Annisa Fitri