
Berbicara tentang cinta, ada ribuan rasa yang tidak bisa dijelaskan melalui kata-kata. Ia selalu hadir dalam bias. Terkadang, orang yang sedang mengalami jatuh cinta, gaya hidupnya menjadi berbeda dan terkesan seperti memiliki jiwa baru. Namun, tak jarang pula, cinta bisa mematahkan semangat hidup.
Memang, jatuh cinta menjadi hal lumrah yang dirasakan semua orang. Tapi, dengan definisinya yang selalu bias, banyak yang salah menafsirkan arti cinta itu sendiri. Satu sisi, cinta bisa saja menjadi rasa yang tidak bisa terkendali. Ia mampu membuat seseorang buta segalanya. Cinta yang terlalu besar dapat membuat diri kita kehilangan kendali dan akan menjadi makhluk terbodoh yang pernah ada.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Semir Zeki, peneliti sekaligus dosen neuro-estetika di University College London Inggris menemukan penyebab mengapa jatuh cinta bisa membuat orang terlihat bodoh. Menurutnya, sebagaimana dikutip dari klikdokter.com, ada bagian otak yang bernama korteks frontal menjadi tidak aktif atau diistirahatkan oleh otak ketika orang tersebut diberi foto orang yang mereka cintai. Korteks frontal ini berfungsi membuat keputusan atau menilai suatu hal. Jika bagian otak tersebut tidak aktif, maka seseorang akan sulit menilai hal tertentu, termasuk saat ia sedang jatuh cinta.
Selain itu, rasa fanatisme terhadap cinta, akan mengakibatkan seseorang mengalami toxic relationship, sebuah kondisi di mana seseorang akan selalu overthingking, dan memiliki kekhawatiran berlebih terhadap pasangan. Orang yang mengalami toxic relationship, biasanya tidak bisa fokus pada suatu hal, sulit berkonsentrasi, dan hidupnya tidak merasa tenang. Bahkan, pada beberapa kasus, rasa cemas ini bisa begitu dalam hingga menimbulkan depresi berat.
Inilah bagian dari kebodohan dan kegilaan perihal cinta. Fanatisme cinta telah melahirkan sesuatu di luar logika manusia. Seseorang boleh saja menjadi orang terpandai, terkuat, dan terhebat, tetapi saat badai cinta menyerang otak, semua akan sia-sia.
Dari kalangan remaja hingga dewasa, tidak segan untuk menjadi budak cinta (baca: bucin) atau bahkan rela menghabisi nyawanya sendiri dengan mengatasnamakan cinta. Lalu, apakah ini yang dinamakan cinta? Mengapa akibatnya bisa sefatal ini?
Makna cinta
Aristoteles mengemukakan bahwa cinta adalah kebahagiaan itu sendiri. Cinta sejati adalah bentuk ungkapan yang tak hanya dilihat dari rasa. Aristoteles mampu memaknainya dari logika, retorika, hingga sudut pandang biologi yang tak pernah dipikirkan manusia sebelumnya. Mencintai diri sendiri menjadi pondasi penting dan juga kunci sebelum mencintai orang lain.
Dalam buku Simposium, Plato juga banyak membahas tentang hakikat eros, cinta dan manusia. Plato membagi cinta dalam tiga jenis : Eros adalah cinta jasmaniah, cinta paling dasar dimana cinta ini hanya pada ketertarikan fisik, hasrat ingin memiliki dan mencari objek keindahan untuk memperoleh kepuasan.
Cinta yang sebenarnya akan terjawab seiring dengan jalannya waktu. Cinta yang sejati tidak akan pernah meminta “korban” atas sebuah rasa. Cinta tak ubahnya hanya gerak jiwa yang kosong tanpa pikiran dan harus dibatasi dengan jelas titik mana saja yang bisa dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Terlepas dari keadaan yang sudah dilakukan oleh banyak orang, terkadang kita lupa bahwa cinta bisa dijalani dan jauh dari kebodohan ketika yakin jika memupuk rasa saling percaya.
Penulis: Nurul Fitriyanti