• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Jumat, 27 Januari 2023
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Menanti Pergerakan Santri

Redaksi SKM Amanat by Redaksi SKM Amanat
6 tahun ago
in Artikel
0

Baca juga

Pergeseran Makna Cancel Culture di Media Sosial

Ngeri-Ngeri Sedap: Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga

Bahaya Flexing di Media Sosial

Ilustrasi : Internet


Oleh: Diyah Nur Inayah
(Aktif di Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat UIN Walisongo)

Penetapan Hari Santri Nasional itu merujuk pada fatwa resolusi jihad para ulama 22 Oktober 1945 melawan agresi militer kedua. Maka, santri tidak cukup hanya sekedar memperingatinya setiap 22 Oktober dengan mengadakan berbagai rangkaian acara. Santri harus mampu menjadi agen perubahan sebagaiman peran ulama ikut merebut kemerdekaan.
Agar mampu menjadi agen perubaha, para santri harus meneladani tindakan para ulama terdahulu. Paling tidak para santri mampu meneladani dua dari sekian banyak tindakan baik para ulama, yaitu sederhana dan peduli. 
Kesederhanaan menghindarkan manusia dari keserakahan yang cenderung merampas hak orang lain. Sedangkan kepedulian mengantarkan manusia untuk selalu aktif. Ketika melihat ketidakadilan maka akan merespon sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sehingga selalu berorientasi pada perubahan yang lebih baik. 
Para ulama, juga menyadari, bahwa setiap perubahan tidak akan terwujud tanpa adanya langkah nyata. Misalnya, untuk mempertahankan kemerdekaan, ulama bersepakat adanya resolusi jihad. Jadi, tidak hanya diam, namun ikut menjadi komando perjuangan membela tanah air. 
Meski saat ini, suara santri belum begitu mendapatkan respon pemerintahan, namun santri harus berkomitmen menjadi benteng moral bangsa. Selanjutnya, santri harus berfikir dan bergerak ke arah kemajuan bangsa. Sehingga, perjuangan santri bukan sekedar tawakkal tapi juga diiringi usaha yang nyata.
Untuk mewujudkan kemajuan bangsa, santri harus bersatu dengan yang lain. Karena, sejarah menunjukkan, santri bersama-sama dengan seluruh rakyat Indonesia dalam pertempuran melawan belanda. Jadi, prinsip persatuan dan kesatuan juga harus di junjung oleh setiap santri dalam menegakkan keutuhan bangsa. 
Santri tidak boleh egois apalagi bangga diri menganggap dirinya paling kuat. Santri harus mengingat bahwa santri bukan kekuatan oposisi dalam pengertian kekuatan politik praktis. Sehingga mampu menjadi kekuatan masyarakat yang muncul ketika kondisi negara dalam keadaan kritis. 
Hari santri harus mampu membangkitkan kaum santri menjadi kekuatan baru dalam mewujudkan kemajuan bangsa. Hari santri juga harus selaras dengan semangat resolusi jihad menuju bangsa Indonesia yang lebih maju. Jika tidak, maka Hari Santri tidak berbeda dengan hari-hari nasional lain yang ramai diperingati tanpa adanya perubahan ke arah kemajuan bangsa. 
Harapan Baru
Santri, yang sekian lama tidak banyak muncul ke permukaan, kini hadir dengan bendera Hari Santri Nasioanl. Di tengah kondisi moralitas bangsa kian terpuruk, keberadaan santri menjadi harapan baru untuk memperbaikinya. Hal itu menjadi kesempatan bagi para santri untuk membuktikan diri sebagai salah satu agen perubahan bangsa.
Resolusi jihad merupakan usaha nyata yang mengarah pada upaya mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa. Setelah Indonesia merdeka, kondisi negara makin stabil, ekonomi juga membaik setelah krisi moneter. Namun, moral bangsa Indonesia saat ini makin mengalami krisis berkelanjutan. Sehingga menjadi ancaman serius dalam keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga menghambat kemajuan bangsa. 
Perjuangan santri saat ini harus mengarah menuju bangsa yang maju. Upaya  harus diawali dengan penguatan kualitas SDM yang bermoral. Karena banyak pejabat yang memiliki kualitas pendidikan tinggi namun berani korupsi. Bangsa Indonesia sedang dipenuhi manusia yang mengejar harta dengan menghalalkan segala cara. Media ramai memberitakan pejabat korupsi. Moral pejabat rapuh, memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi. 
Pejabat melupakan kondisi negara dan rakyatnya. Mereka lebih mementingkan kelompok dan partainya. Mereka sibuk bagi-bagi jabatan. Moral pejabat makin merosot berujung pada Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Indonesia kian terpuruk, rakyat makin tidak percaya pada pemerintah. 
Budaya korupsi berawal dari pola hidup konsumtif. Keinginan manusia melebihi kebutuannya. Sehingga mengakibatkan munculnya korupsi. Pola hidup seperti itu hanya dapat dibendung dengan penyebaran pola hidup sederhana. 
Santri dengan semangat resolusi jihad tidak boleh diam melihat budaya korupsi yang menggurita menggrogoti moral dan etika bangsaindonesia saat ini. Harus ada upaya serius untuk membendung korupsi. Harus ada upaya penguatan moral penerus bangsa. Santri harus mampu memiliki komitmen melawan korupsi dan menyebarkan pola hidup sederhana.

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Previous Post

Peringatan Hari Santri Ala Santriwati Ma’had Walisongo

Next Post

Puluhan Mahasiswa dari Malaysia Datangi UIN Walisongo, Mau Ngapain?

Redaksi SKM Amanat

Redaksi SKM Amanat

Surat Kabar Mahasiswa UIN Walisongo Semarang. Untuk mahasiswa dengan penalaran dan takwa.

Related Posts

cancel culture di media sosial
Artikel

Pergeseran Makna Cancel Culture di Media Sosial

by Redaksi SKM Amanat
6 Desember 2022
0

...

Read more
ngeri-ngeri sedap komunikasi anak dan orang tua

Ngeri-Ngeri Sedap: Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga

1 Desember 2022
flexing di media sosial

Bahaya Flexing di Media Sosial

13 November 2022
perdebatan di media sosial

Saat Celetukan Ringan di Media Sosial Menjadi Perdebatan Panjang

2 November 2022
cancel culture

Maraknya Tren “Cancel Culture”; Seberapa Parahkah?

31 Oktober 2022

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
Wisuda UIN Walisongo

Kantongi Berbagai Respon atas Diundurnya Jadwal Wisuda UIN Walisongo 

20 Januari 2023
Ma’had Al Jami’ah Kampus 2, UIN Walisongo.

Ma’had Online UIN Walisongo Sebagai Syarat Kelulusan MK Bahasa Arab

19 Januari 2023
FISIP UIN Walisongo

Keluarga Mahasiswa Korban Penipuan Berharap Dapat Bantuan Dari Kampus

5 Januari 2023
Mahasiswa UIN Walisongo kena tipu online

Mahasiswa UIN Walisongo Kena Tipu Online, Rugi 8 Juta Lebih

5 Januari 2023
Load More
Amanat.id

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Send this to a friend