
Virus Corona masih menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar warga dunia. Persebarannya pun masif terjadi terjadi di berbagai negara. Indonesia sendiri terhitung baru terdeteksi virus Corona jika dibandingkan dengan Negara lain seperti Malaysia, Singapura, bahkan Cina yang lebih dahulu geger soal virus Corona.
Virus Corona memang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Tetapi ada yang tak kalah bahaya dari virus Corona, yaitu munculnya berita hoaks tentang virus Corona.
Berdasarkan rilis Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Republik Indonesia, sudah terdapat 177 jenis hoaks virus Corona yang beredar di Indonesia. Jumlah tersebut merupakan hasil rekapitulasi hoaks sejak 23 Januari hingga 8 Maret 2020.
Jika hoaks tersebut semakin hari kian bertambah, maka akan banyak masyarakat yang mendapatkan informasi palsu. Akibatnya mereka terjebak dalam pengetahuan yang salah.
Awal maret lalu misalnya, seorang ustaz menyebarkan isu hoaks tentang virus Corona yang disebarkan oleh kelompok bernama Illuminati. Setelah itu, ustaz tersebut mengatakan bahwa tujuan Illuminati adalah untuk mengurangi jumlah populasi bumi menjadi 500 juta jiwa.
Padahal, diketahui virus Corona sendiri berasal dari kelelawar buah, dan memang sup kelelawar adalah makanan yang cukup populer di Wuhan, Cina. Sebelumnya, wabah virus mematikan seperti Sars dan Ebola juga berasal dari mamalia terbang. Hal itu yang membuat para ahli mempunyai dugaan kuat bahwa kelelawar yang menjadi penyebab virus Corona.
Tak berhenti di sana, beberapa waktu lalu, meskipun telah diralat, Ustaz Abdul Somat (UAS) juga melakukan hal serupa. Dirinya menyebut bahawa Virus Corona adalah serdadu Allah yang dikirimkan ke Cina untuk membela kaum Muslim Uighurs. Pendapat yang dilontarkan oleh UAS mungkin ada referensinya di kitab tafsir, namun yang disampaikannya bertolak belakang dengan ilmu pengetahuan.
Memang, terkadang dunia bisa bertingkah lucu. Kita disuruh tenang, tapi ada yang memberi kabar buruk. Lantas, siapa yang patut disalahkan?
Memancing kepanikan
Di sisi lain, mencuatnya isu virus Corona membuat masyarakat panik. Di Jakarta, stok tisu sempat habis karena virus Corona. Bahkan ada masyarakat yang bunuh diri setelah menduga dirinya terjangkit virus Corona. Seperti yang terjadi di Solo, satu Warga Negara Asing (WNA) asal Korea Bunuh diri di kamar hotel. Kepanikan itu muncul karena beberapa hari sebelumnya berkunjung ke Cina. Padahal, setelah dicek, hasil laboratorium menunjukan bahwa perempuan tersebut negatif Corona.
Hal ini menunjukan bahwa sebagian masyarakat masih belum paham informasi yang utuh seputar Corona. Diperparah munculnya berita hoaks, informasi soal Corona menjadi semakin kabur dan memunculkan kepanikan-kepanikan yang berlebihan.
Banyaknya media online dewasa ini menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Tidak sedikit media-media tersebut yang hanya mengejar rating. Media sosial menjadi salah alat bantu tersebarnya hoaks tersebut. Masyarakat dituntut lebih waspada dan berhati-hati dalam menerima informasi di media daring. Masyarakat hendaknya hanya menjadikan media mainstream sebagai acuan dalam memilih informasi, walapun informasi-informasi dari media tersebut tidak lantas ditelan mentah-mentah.
Maraknya informasi hoaks tentang virus Corona memberikan isyarat mengenai perlunya verifikasi informasi. Verifikasi informasi menjadi sangat penting untuk menghindari misinformasi. Masyarakat perlu selalu melakukan crosscheck dan berhati-hati terhadap informasi yang dibaca di media sosial atau media online abal-abal.
Secara tidak langsung, kondisi semacam ini menjadi ajang bagi masyarakat dalam menyikapi banyaknya informasi dengan bijak. Karena sedikit saja teledor dalam melakukan verifikasi, sama saja kita ikut membagikan berita hoaks. Maka, Kita harus siap menerima konsekuensinya jika berita itu terindikasi hoaks.
Penulis: Mohammad Hasib