Kehidupan dan perkembangan teknologinya semakin berbeda saja. Banyak sekali yang berubah dan terlihat sangat jelas, baik dari gaya, penampilan, hingga model berpakaian.
Dulu, sekitar delapan tahun yang lalu, siswa sekolah dasar (SD) sudah mengenal yang namanya handphone (HP) namun hanya sebatas mengenal saja. Karena, kebanyakan orang tua takut jika anaknya gagal dalam pendidikan atau pun pergaulannya.
Sekarang, hampir semua anak SD ke mana-mana sudah pegang gawai. Bahkan, anak yang belum masuk Taman Kanak-kanak (TK) sudah banyak yang memainkannya. Gejala ini hampir merata di berbagai kota besar di Indonesia. Alasannya sederhana, dengan gawai, anak praktis tidak terlalu banyak tingkah. Sehingga, lebih mudah untuk diatur.
Banyak mamah muda (mahmud) tidak memikirkan efek negative bagi anak yang didapat dari bermain gawai di usia dini. Ironisnya adalah, ketika kalkulasi para mahmud hanya sebatas gengsi; perang gaya dengan anak tetangga. Gejala itu memang terlihat sepele, namun, mengkhawatirkan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Padahal, orang se-kelas Bill Gates yang menjadi pencipta teknologi modern di industri komputer saja mengekang anak-anaknya untuk tidak bermain gawai sebelum mereka berusia 14 tahun.
Dulu, kurang lebih tahun 2007, anak-anak usia SD jika ingin mengakses internet mereka dengan antusias berbondong-bondong pergi ke warung internet (warnet), hanya sekedar ingin membuka aplikasi yang dikenal luas, yaitu Facebook. Dengan mengambil paket personal yang hanya memberi waktu satu jam untuk menggunakan komputer warnet tersebut.
Sekarang, semua bisa diakses dengan mudah menggunakan ponsel pintar atau yang sering orang bilang sebagai gadget. Apalagi kuota internet pada gadget mudah diperoleh. Dari harga paling murah hingga harga termahal di kelasnya.
Padahal, banyak dampak buruk memberikan gadget pada anak, meski diakui bahwa internet juga memuat konten yang baik dan bagus. Dampak buruk yang akan didapat anak, contohnya, anak daapat terkena pengaruh buruk dari internet, menjadi ketergantungan dengan gadgetnya, cenderung menjadi seseorang yang malas bergerak. Untuk yang terakhir, ini yang menjadi alasan mengapa istilah mager ditemukan.
Tetapi, jika tidak bisa diberhentikan kebiasaan ini. Sebaiknya orang tua dapat mencegah terjadinya hal tersebut. Hal tersebut cukup dijadikan pelajaran saja untuk lebih tegas dalam memberikan peraturan bermain gadget pada anak.
Penulis: Afifah Kamaliyah