
“Kalau dia bisa, kenapa harus saya?”
Kalimat itu, seringkali diucapkan oleh teman saya ketika terlibat pengerjaan tugas dalam sebuah tim. Entah apa yang ada di pikiran mereka, alasan itu seolah menjadi perisai tebal pengalih tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang hendak diberikan.
Hal ini jelaslah membuat kita naik pitam. Sebab, keberhasilan mencapai target sebuah tim, tentu bergantung pada tingkat kemauan masing-masing individu dalam menyelesaikan tugasnya, bukan menggantungkan pada satu individu semata. Jika dalam tim cenderung mengandalkan kekuatan satu individu, akan menimbulkan perilaku social loafing.
Social loafing atau kemalasan sosial merupakan kecenderungan seseorang untuk mengurangi upaya dan tanggung jawab yang diberikan terhadap sebuah pekerjaan dalam kelompok dibandingkan ketika bekerja secara individu.
Individu yang menerapkan perilaku social loafing, akan mengubur dalam-dalam usahanya dalam mengerjakan tugas. Fakta yang hingga hari ini masih terjaga adalah ada sosok yang bisa dijadikan sebagai “dewa penyelamat” yang mampu menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawab. Hal ini tentu berdampak buruk pada individu lain yang merasa terselamatkan dan tak perlu terlibat terlalu jauh dalam penyelesaiannya.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Max Ringelmaan, seorang ahli Teknik Pertanian dari Perancis yang mencari cara agar para petani mampu meningkatkan produktivitas, menunjukkan hasil mencengangkan. Dalam penelitian tersebut, Max Ringelmaan mengumpulkan beberapa orang untuk menarik seutas tali. Saat itu, ia berpikir bahwa semakin banyak orang yang menarik tali akan diikuti dengan kekuatan yang besar pula. Namun, pada kenyataannya menunjukkan bahwa tali lebih kuat apabila ditarik sendirian daripada berkelompok.
Bahkan, sebuah penelitian lain menemukan korelasi antara besarnya tim dengan performa individu di dalamnya. Dalam tim yang beranggotakan 4 orang dan 8 orang misalnya, saat berada dalam tim berjumlah lebih sedikit, upaya yang dikeluarkan akan jauh lebih besar ketimbang saat berada di tim dengan jumlah lebih besar.
Salah satu faktor yang memengaruhi social loafing adalah kurangnya rasa tanggung jawab secara penuh terhadap apa yang dikerjakan. Selain itu, jumlah anggota dalam sebuah tim juga memengaruhi kontribusi seseorang. Semakin kecil sebuah tim, maka setiap individu di dalamnya akan merasa memiliki peran penting, sehingga kontribusi yang diberikan akan lebih maksimal. Berbanding terbalik dengan jumlah individu banyak, tetapi kontribusi yang diberikan kecil.
Psikolog Sosial Bibb Latane mengatakan bahwa social loafing adalah “penyakit” yang hari ini marak memengaruhi individu, lembaga sosial, dan masyarakat. Ada banyak dampak yang bisa ditimbulkan, mulai menurunnya produktivitas kelompok akibat kurangnya partisipasi dan kesadaran tiap individu hingga perpecahan dalam tim itu sendiri.
Dalam tulisan Simms A berjudul “Social Loafing: a Riview of the Literature” yang dimuat di Journal of Management Policy and Practice (2014) menyebut ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menimalisasi perilaku social loafing.
Menurutnya, dalam sebuah tim harus memiliki pembagian tugas dan tanggung jawab secara jelas dan rinci, mengevaluasi kinerja individu dan tim, hingga mengapresiasi pencapaian yang telah dilakukan oleh masing-masing individu. Hal ini terbukti mampu meningkatkan produktivitas tim.
Penulis: Nur Aeni Safira