Amanat.id- Aliansi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo mengadakan audiensi dengan pihak birokrasi di Ruang Sidang Senat Lantai 4 Gedung K.H. Shaleh Darat Kampus 3, Senin (26/06/2023).
Audiensi tersebut dihadiri oleh Wakil Rektor III, Wakil Dekan III 8 fakultas, Kepala bagian (Kabag) Akademik Kemahasiswaan, dan Aliansi LPM UIN Walisongo.
Salah satu perwakilan Aliansi LPM UIN Walisongo, Gita Fajriani mengatakan bahwa LPM Fakultas terkena imbas setelah adanya regulasi baru.
“Informasi yang disampaikan kepada LPM dari fakultas tidak masif,” ucap Pemimpin Redaksi (Pemred) LPM Idea tersebut.
Ia juga menambahkan, beberapa LPM Fakultas tidak mendapatkan dana penerbitan serta tidak mendapatkan jalan tengah setelah berusaha melobi pihak birokrasi fakultas maupun rektorat.
“Respons dari birokrasi tidak solutif,” tambahnya.
Wakil Rektor (WR) III, Arief Budiman mengatakan bahwa hal tersebut terjadi karena adanya miskomunikasi antara pihak fakultas dengan rektorat.
Arief menuturkan, pihak institusi sudah menerbitkan surat mandatory yang dikirimkan kepada delapan fakultas di UIN Walisongo serta telah berkoordinasi dengan para dekan.
“Kami sudah menerbitkan surat mandatory untuk delapan fakultas agar mereka mengalokasikan dana penerbitan sekaligus mengoordinasikan para dekan untuk afirmasi anggaran penerbitan dengan mekanisme revisi anggaran,” tuturnya.
Kabag Akademik dan Kemahasiswaan, Nurrohman menyebutkan bahwa sejak diadakannya Monitoring dan Evaluasi (Monev) dari pihak Badan Pengawasan Keuangan (BPK) pada 2022 lalu, anggaran dana kemahasiswaan tidak lagi dikelola menjadi satu oleh pihak institusi, melainkan kewenangan tersebut dibebankan kepada pihak fakultas.
“Berdasarkan rekomendasi dari pihak BPK, dana kemahasiswaan tidak boleh disatukan pengelolaannya oleh institusi, melainkan harus dipisahkan secara tersendiri,”
“Penerbitan dan peralatan yang ada di fakultas tidak lagi dikelola oleh universitas, melainkan kewenangan tersebut didistribusikan kepada fakultas.” jelasnya.
Ia mengatakan, banyak kebijakan yang berubah atas usulan dari pihak BPK, termasuk pengelolaan dana anggaran penerbitan yang harus mengajukan anggaran dengan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) terlebih dahulu.
“Monev 2022 kemarin merupakan masa transisi dari skema lama ke skema yang baru sehingga bukannya anggaran penerbitan dan peralatan menjadi hilang, hal tersebut tetap dapat dilakukan dengan mekanisme pengusulan RKA-K/L,” ujarnya.
Prioritas Dana Penerbitan
Nurrohman juga menuturkan bahwa regulasi anggaran pada tahun 2023 berbeda dengan tahun 2022 sehingga belum muncul anggaran penerbitan di RKA-K/L. Namun, hal tersebut masih memungkinkan untuk mengusulkan anggaran dana penerbitan melalui mekanisme revisi anggaran.
“Karena satu dan lain hal, tahun 2023 ini berbeda dengan tahun 2022 yang masih terdapat anggaran penerbitan,”
“Setelah kami konsultasikan kepada Rektor, WR II, dan Badan Keuangan, tahun 2023 ini masih memungkinkan untuk menganggarkan dana penerbitan melalui mekanisme revisi anggaran.” imbuhnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa mekanisme revisi anggaran merupakan pemilahan dana yang bukan prioritas dialokasikan untuk anggaran penerbitan dan peralatan.
“Mekanisme tersebut dapat dilakukan pada anggaran yang dimiliki oleh masing-masing fakultas dengan menelusuri dan memilah dana yang bukan prioritas dapat dialokasikan untuk kegiatan penerbitan, bukannya memunculkan angka baru yang anggarannya tidak tersedia,” tuturnya.
Menurutnya, permasalahan regulasi anggaran tersebut harus terus dikawal agar revisi anggaran untuk dana penerbitan pada delapan fakultas dapat di-afirmasi.
“Langkah selanjutnya adalah memastikan agar revisi anggaran untuk dana penerbitan pada delapan fakultas dapat di-afirmasi,” pungkasnya.
Reporter: Fahita Safiraturahman
Editor: Fatma Deka