Penyelenggaraan kegiatan Pra PBAK oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas banyak dikeluhkan mahasiswa. Selain tidak tercatat dalam kalender akademik yang dikeluarkan birokrasi, acara itu dipersoalkan lantaran terkesan memaksa maba untuk ikut dan membiayainya.
“Sertifikat PBAK akan ditahan jika tidak mengikuti,” beber Ibah (bukan nama sebenarnya) yang gentar dengan ancaman itu. Mau tak mau, mahasiswa prodi Psikologi dan Kesehatan (FPK) ini lantas berpartisipasi dalam acara yang sebenarnya tak ingin dia ikuti.
Hal sama juga dialami Fuzna (bukan nama sebenarnya). Mahasiswa baru Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) itu, sebetulnya, enggan mengikuti Workshop Hukum yang diadakan Dema FSH. Apalagi, dalam waktu yang sama ia sudah sah menjadi santriwati Ma’had Jami’ UIN Walisongo, sehingga terbelit aturan administrasi. Informasi di grup WhatsApp mahasiswa baru FSH yang menyebut acara itu wajib membuatnya berubah pikiran.
Namun, setelah memastikan diri akan berpartisipasi, Fuzna harus keluar modal Rp 50 ribu untuk registrasi.
“Kabar-kabar yang beredar, sertifikat workshop hukum akan digunakan sebagai syarat pengambilan sertifikat PBAK,” ungkapnya masygul.
Iuran beragam
Dari penelusuran Amanat di sejumlah fakultas, peserta ditarik iuran penyelenggaraan Pra PBAK dengan nominal beragam. Di FST, maba harus membayar Rp 35 ribu untuk mengikuti Workshop Saintek. Sementara di FSH, peserta membayar Rp 50 ribu untuk mengikuti Workshop Hukum.
Di FEBI, pembebanan Rp 10 ribu digunakan untuk mengikuti Workshop Ekonomi. Sedangkan di FDK untuk seminar dan pelatihan di FPK, masing-masing mematok Rp 20 ribu. Hanya di tiga fakultas, yaitu FITK, FISIP, dan Fuhum Pra PBAK bebas biaya.
Penarikan iuran ini diakui oleh Ketua Dema FST Khusnul Fitroh. Pihaknya malakukannya lantaran tidak ada anggaran. Birokrasi Fakultas, kata Khusnul, hanya membantu snack dan air minum.
Dengan dalih tak ingin memberatkan fakultas, Dema FST tidak mengambil tawaran itu dan memilih membebankan biaya pada maba.
“Tidak ada anggaran untuk Pra PBAK. Sehingga kemarin saat workshop saintek kami pasang htm Rp 35 ribu untuk menyukupi kegiatan yang berlangsung dalam Pra PBAK. Bagaimana pun kami tidak ingin memberatkan fakultas,” jelas mahasiswa prodi Fisika Murni itu, Sabtu (1/9).
Pengakuan sama dilontarkan Ketua Dema FSH Akhmad Nur Fadhullah. Pihaknya membebankan pembiayaan Pra PBAK berupa Workshop Hukum di Pondok Pesantren Al Asro, Gunung Pati, Semarang kepada peserta. Fadhol, sapaan akrapnya, mengakui kegiatan itu memang diwajibkan, Meskipun, dari 622 maba, yang mengikuti kegiatan sekitar 500 orang.
“Kita mengadakan semacam Workshop Hukum, kemarin sudah dilaksanakan sebelum PBAK dimulai. Kegiatan ini sudah ada sejak dua tahun yang lalu. Memang baru tahun ini kegiatan semacam pengenalan fakultas dan jurusan dilakukan oleh semua Dema fakultas,” katanya, Selasa (28/08).
Adanya pungutan ini ternyata bertentangan dengan sistem pembiayaan yang termaktub dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi Mahasiswa Baru pada Perguruan Tinggi Agama Negeri Di Lingkungan Kementerian Agama.
Peraturan tersebut menyebut, UKT merupakan keseluruhan biaya Pendidikan per semester yang ditanggung oleh mahasiswa. Artinya semua kewajiaban akademik yang mengeluarkan biaya sudah terkalkulasi dalam sistem UKT.
Ketika ditanya terkait ancaman yang dilakukan pada maba, tiga Ketua Dema Fakultas yakni FDK, FSH, dan FPK enggan berkomentar. Sedangkan Ketua Dema FST dan Ketua Dema FEBI membantah tuduhan itu.
Khusnul berkilah apa yang dilakukan pihaknya hanya berupa himbauan. Pengambilan sertifikat PBAK, di fakultasnya disyaratkan memenuhi tiga absensi kegiatan, yaitu PBAK, Orsenik, dan Pra PBAK.
“Tapi pada akhirnya, yang tidak ikut Pra PBAK juga dibagikan sertifikat PBAK-nya,” dalihnya.
Birokrasi tak mengetahui
Wakil Dekan (WD) bidang Kemahasiswaan FSH Mohammad Arifin, memang merestui penyelenggaraan Workshop Hukum ketika pihak Dema menemuinya. Namun ternyata, Arifin tidak tahu jika kegiatan tersebut diwajibkan dan berbayar.
“Mahasiswa diberikan hak untuk memilih (mengikuti Pra PBAK atau tidak, red),” katanya, Jumat (28/9).
Hal yang sama juga terjadi di FST. Dekan FST Ruswan seperti kecolongan jika dalam rangkaian acara Pra PBAK ada pungutan dari panitia. Saat Dema dan Sema FST beraudiensi dengan pihaknya, pria yang pernah menjabat sebagai WR I UIN Walisongo ini menceritakan, pembasaan waktu itu hanya berkutat soal tujuan pelaksanaan Pra PBAK, sama sekali tidak menyinggung penarikan iuran dari maba.
”Tidak ada laporan bahwa dia (panitia Pra PBAK FST) menarik iuran,” tuturnya, Kamis (11/10).
Ia menambahkan, lantaran kegiatan Pra PBAK bukan bagian dari agenda resmi universitas maupun fakultas, Dema tidak mempunyai kewajiban menyerahkan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) kepada
birokrasi.
“Laporan keuanggan tidak ada. Semua kembali pada kejujuran Dema dan panitia,” ucapnya.
Di FDK, pihak Dema dan Sema juga sempat meminta izin pada birokrasi fakultas untuk mengadakan acara sebelum PBAK. Namun kala itu, sikap Kepala Bagian Tata Usaha M. Yasin cukup tegas. Ia langsung menolak rencana kegiatan itu lantaran mengetahui akan ada tarikan iuran pada maba.
Jika pihak Dema dan Sema memaksa melaksanakannya, Yasin menegaskan, acara harus mendapatkan persetujuan tertulis dari WD III FDK Fachrur Rozi yang pada saat itu sedang menunaikan ibadah haji. Itu pun, kata dia, dengan catatan, semua fakultas lain juga melakukan hal sama.
Bukan hanya Kabag Tata Usaha yang tegas menolak. WD II yang saat itu menggantikan posisi WD III pun ternyata berpendirian sama. Yasin berpandangan, penarikan iuran pada maba merupakan tindakan ilegal.
“Yang menggantikan posisi WD III adalah WD II. Waktu itu WD II juga tidak menyetujui. Tapi yang paling menolak keras memang saya. Apapun tarikan yang ada pada mahasiswa baru akan menjadi masalah besar ke depannya,” kata Yasin yang juga menjabat sebagai Sekretaris PBAK FDK tingkat birokrasi, ketika ditemui di kantornya, Kamis (27/09).
Meski tidak mendapat persetujuan dari birokrasi fakultas, Dema FDK rupanya tetap nekat menyelenggarakan kegiatan Pra PBAK berupa Workshop di Audit I kampus I dengan tarikan Rp 20 ribu, Jumat (24/8), tanpa sepengetahuan Yasin.
“itu kalo ada masalah yang tangung jawab ya Dema sama Sema, birokrasi fakultas tidak tanggung jawab,” tuturnya.
Ketidaktahuan sejumlah birokrasi, tentu aneh. Usut punya usut, ihwal penarikan iuran kepada mahasiswa baru itu ternyata tidak diberitahukan ke birokrasi. Dema hanya meminta izin, tanpa embel-embel berbayar.
Pengakuan ini datang dari Ketua Dema FEBI Mohammad Kurniawan. Seminar Ekonomi yang mereka selenggarakan di Audit II Kampus III, Jumat (24/8), memang mendapat dukungan dari birokrasi Fakultas. Namun, ia mengakui, pihaknya tidak memberi tahu birokrasi bahwa acara tidak gratis.
“Tidak kami obrolkan,” bebernya.
Reporter: Sigit Aulia Firdaus
*Tulisan ini pernah dimuat di Tabloid SKM Amanat Edisi 131