• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Selasa, 3 Oktober 2023
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Lebih Bijak Menggunakan Kata “Terserah”

Kata "terserah" menjadi simbol pesimisme bahwa orang tidak lagi memiliki kemampuan mengambil keputusan sendiri

Nurul Fitriyanti by Nurul Fitriyanti
2 tahun ago
in Artikel
0
Ilustrasi "terserah" (source: energibangsa.id)
Ilustrasi “terserah” (source: energibangsa.id)

Sering kita alami, ketika sedang bersama teman-teman dalam momen menentukan pilihan, muncul kata “terserah” dari mulut seseorang. Saat ingin memilih tempat makan misalnya, sebagian orang memilih menggantungkan pilihan kepada orang lain dengan kata “terserah”.

Orang sering mengandalkan kata “terserah” sebagai bentuk penghindaran diri terhadap tanggung jawab untuk memilih sesuatu. Dengan kata “terserah”, seakan ia bisa terlepas dari konsekuensi atas keputusan yang diambil teman-temannya.

Yang jelas, seperti kata Psikolog Pingkan Rumondor, kata “terserah” akan membuat bingung lawan bicara sehingga terdengar menyebalkan.

Jika diibaratkan, saat kita terlibat pembicaraan dengan orang lain dan orang itu hanya mengatakan “terserah”, tentu seakan sedang berbicara dengan tembok. Tidak ada feedback dan terkesan menjadi pembicaraan satu arah saja.

Banyak sebab orang memilih untuk menghindari diri dari andil dalam pengambilan suatu keputusan. Entah karena malas, tidak memiliki pendirian, atau bahkan terlalu takut atas pilihannya sendiri.

Baca juga

Terjebaknya Generasi Milenial dalam Perangkap Sandwich Generation

Strawberry Parents: Pola Asuh Masyarakat Modern?

Mengenal Fenomena Social Loafing pada Mahasiswa

Dalam konteks ini, kata “terserah” menjadi simbol pesimisme bahwa orang tidak lagi memiliki kemampuan mengambil keputusan sendiri.

Padahal, jika merunut ungkapan filsuf Prancis Jean Paul Sartre, manusia diciptakan dengan kemampuan mengatur dan menentukan kebebasan dirinya. Orang yang tidak bisa menentukan pilihannya sendiri bukanlah orang yang merdeka atas dirinya.

Terlalu sering bilang “terserah” tidak akan menuntun kita untuk bisa berpikir kritis, saat seseorang mengucapkan kata “terserah”, pasti mereka telah kehilangan minat untuk menanggapi pembicaraan, seolah tidak lagi peduli terhadap apapun. Itu bisa menjadi sebab seseorang bersikap apatis.

Simbol Kekecewaan

Kata “terserah” sendiri memiliki makna yang cukup bias. Selain sebuah ungkapan atas ketidakmauan atau ketidakmampuan diri untuk menentukan pilihan, kata “terserah” juga menjadi ungkapan kekecewaan atas sesuatu yang tidak bisa kita kontrol.

Apakah saat seseorang bilang ”terserah” itu menjadi tanda jika ia sudah benar-benar pasrah dan ikhlas dengan apa yang akan terjadi?

Tentu tidak demikian. Sebab kata-kata seperti ”terserah” atau ”ya sudah” seringkali justru mewakili sikap yang dinamakan pasif-agresif. Psikolog Sosial UGM, Prof. Koentjoro, menilai kata “terserah” itu suatu bentuk ungkapan emosi seseorang.

Seperti pada kasus ketika Covid-19 sedang naik pada pertengahan 2020, tagar Indonesia Terserah sempat tranding. Tagar tersebut menjadi bentuk kekecewaan masyarakat atas kebijakan pemerintah yang tidak serius menanggapi kasus Covid-19.

Dalam kasus tersebut, kata “terserah” digemborkan sebab masyarakat tidak mampu berbuat banyak dalam mengontrol kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Pemerintahlah yang memiliki kuasa dalam menentukan kebijakan. Maka, kata terserah sangat terlarang keluar dari mulut pemerintah.

Kata “terserah” mungkin bisa digunakan sesekali jika memang sedang dalam posisi tidak memiliki kapabilitas yang cukup dalam menentukan sikap dan pilihan. Akan tetapi, terserah bukanlah pilihan yang bisa selalu diandalkan.

Apakah kita akan selamanya berada pada posisi tidak bisa menentukan pilihan atas kemauan dan kemampuan diri sendiri dan hidup bergantung pada kemauan dan kemampuan orang lain?

 

Penulis: Nurul Fitriyanti

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: artikelArtikel psikologiTerserah
Previous Post

Heboh, Beredar Berita Mahasiswa UIN Walisongo Dukung Deklarasi Pemilu Ditunda

Next Post

Pelantikan Pengurus Baru KOPMA Walisongo, Ketua Dinas Koperasi: Semoga Lebih Inovatif

Nurul Fitriyanti

Nurul Fitriyanti

Related Posts

Sandwich Generation, Artikel Sandwich Generation, SKM Amanat
Artikel

Terjebaknya Generasi Milenial dalam Perangkap Sandwich Generation

by Lawinda Rahmawati
7 September 2023
0

...

Read more
Masyarakat Modern, Strawberry Parents

Strawberry Parents: Pola Asuh Masyarakat Modern?

14 Juni 2023
Mahasiswa, Social loafing

Mengenal Fenomena Social Loafing pada Mahasiswa

16 Mei 2023
Kekerasan Seksual

Kenali Faktor Kerentanan Penyebab Kekerasan Seksual

15 Mei 2023
Internalized Misogyny

Seksisme “Internalized Misogyny”; Perempuan Wajib Tahu!

1 Mei 2023

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
Aunur Rochim, Pendiri SKM Amanat, Sejarah SKM Amanat

Aunur Rochim Ceritakan Awal Mula Berdirinya SKM Amanat

30 September 2023
Gilang Dhielafararez, Partai Politik, UIN Walisongo

Gilang Dhielafararez; Menyamakan Ideologi Politik guna Mencapai Tujuan Bersama

12 September 2023
Joko Tri Hartanto, Peran SKM Amanat, SKM Amanat

Peran Penting SKM Amanat bagi Mahasiswa

30 September 2023
Abdul Aziz, Professional Public Relations, UIN Walisongo

6 Hal Penting untuk Sukses Jadi Professional Public Relations

14 September 2023
Load More
Amanat.id

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Send this to a friend