Skmamanat.com – kekejaman pemimpin yang terjadi di lingkup pedesaan menjadi sorotan Komunitas Seni Kampus Wahana Aspirasi Dakwah dan Seni (KSK Wadas). Ihwal itulah yang menjadi spirit sekaligus pesan dari pementasan lakon berjudul ‘’Tampoma” dalam acara puncak Hari Lahir KSK Wadas ke 38 di Auditorium I kampus 1 UIN Walisongo, Selasa (28/11/2017).
Diceritakan, di Desa Tampoma, terdapat kepala suku sekaligus pimpinan desa (diperankan oleh Muhammad Hafid, mahasiswa PMI semester satu) yang haus kekuasaan. Keinginannya adalah menjadi pemimpin seumur hidup. Supaya, ia dan antek-anteknya dapat terus menikmati kekayaan desa. Tak segan, ia juga akan membunuh siapapun yang menentang keinginannya.
Untuk mempemulus segala siasatnya, kepala suku itu meminta pertolongan kepada Mbah Sepat, dukun desa (diperankan oleh Dzulaikah, mahasiswa KPI semester satu).
Geram merasakan keadaan, Santoso seorang petani Desa Tampoma (diperankan oleh Shobibur Rahman Mahasiswa FDK semester satu), merencanakan sebuah perlawanan terhadap kepala suku tersebut. Ia membangun gerakan bersama dua temannya, Eko, (diperankan oleh Ibnu Abdillah mahasiswa KPI semestrer tiga) dan Cahyo, (diperankan oleh Lukman Hakim mahasiswa MHU semester satu).
Meskipun dengan ide cerita yang mencekam, pementasan ini tetap menampilkan candaan yang mengundang gelak tawa penonton yang memadati ruangan. Seperti adegan ketika salah seorang warga datang ke dukun desa, ingin meminta jodoh. Oleh dukun, orang itu disuruh untuk membawa celana dalam seorang janda.
Eva Fauziah, selaku sutradara mengungkapkan, ide yang diangkat dalam pementasan ini adalah perlawanan antara kebaikan yang diwakili oleh petani dan kejahatan yang diwakili oleh kepala suku.
“Segala bentuk kejahatan pasti akan ada karmanya. Tidak ada yang kekal, termasuk kejahatan itu sendiri,” ungkap mahasiswi semester tiga jurusan KPI itu.
Ia menambahkan, naskah garapannya ini semua aktornya adalah calon warga baru KSK Wadas 2017.
Sementara itu salah satu penonton pementasan, Muhammad Rouf mengatakan, pementasan ini sangat menghibur karena sebagian adegan dalam teater diselipi denagn candaan khas pedesaan.
“Meskipun ada beberapa pengucapan kalimat yang salah, itu hal yang wajar. Maklum namanya juga pementasan. Semoga KSK Wadas tetap konsisten dan lebih semangat berkarya, ” katanya.
Reporter: Ibnu Abdilah
Editor: Aulia’