
Trie Utami, pemeran utama dalam pentas Monolog Musikal bertajuk ‘Srintil: Tembang Duka Seorang Ronggeg’ sukses memerankan tujuh karakter dengan memukau. Acting dan tarian yang enerjik, serta nyanyiannya yang merdu, mampu menyihir ratusan pasang mata di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta, Kamis (4/7/2019).
Kita mengenal Trie Utami sebagai musisi papan atas negri ini, ia tergabung dalam grup musik jazz Krakatau. Segudang prestasi telah ia raih, lagu-lagunya acap kali menghiasi industri permusikan Indonesia.
Selain kemampuan olah vocal, ia juga menekuni berbagai bidang seni. Kesibukanya saat ini yaitu menulis dan melukis, masih dalam dimensi seni. Selain itu, seni tari telah ia kuasai sejak kecil, tak heran jika lekuk tubuh saat menari dalam pentas tersebut begitu luwes.
Namun, kali ini musisi legedaris tersebut memasuki dunia yang sedikit berbeda. Ia harus mengemas kemampuan suara, koreografi dan ditambah seni peran, memadukannya dalam sebuah pertunjukan berkonsep Monolog Musikal.
Ia sempat merasa kesulitan walaupun memiliki kemampuan dasar yang tidak bisa diragukan. Bagaimanapun, ia tidak memiliki latar belakang teater.
“Saya bukan orang teater sebenarnya, tapi ketemu dengan sutradara yang tepat, penata tari dan penata gerak yang tepat, tim produksi yang tepat, musik yang tepat dalam proses ini,” ungkapnya ketika ditemui Amanat.id usai pertunjukan.
Seniman berdarah Jawa-Sunda itu juga menjelaskan, dalam dunia seni musik ada ruang akting di sana. Seorang musisi, secara sadar atau tidak telah mengasah kemampuan seni perannya ketika mengarungi dunia tarik suara.
“Pada intiya, matra kesenian musik jika dikawinkan matra kesenian teater, memiliki mekanisme yang sama, begitulah seni,” jelas Trie.
Trie merasa senang dapat terjun ke dunia teater. Menurutnya, itu dapat memberi ruang baru untuknya dalam berkarya.
“Punya tantangan baru yang membuat otak saya masih tetap sehat dan waras.” ucapnya.
Ronggeng dalam kacamata Trie Utami
Meski memerakan tujuh karakter, Srintil yang menjadi karakter utama tetap mejadi karakter yang paling kuat. Srintil, seorang ronggeng dukuh paruk diperankan dengan apik oleh Trie. Tentu pendalaman karakter telah ia lalui sedemikian dalam.
Tokoh Srintil dalam naskah, Novel ‘Ronggeng Dukuh Paruk’ karya Ahmad Tohari dikatakan Tri dalam situasi yang kompleks. Ia berada pada posisi yang tidak mudah. Satu sisi, Srintil lahir ditakdirkan sebagai ronggeng dengan bakat suara dan tari yang alami. Sebagai seorang ronggeng, ia harus mau menari dan melayani laki-laki manapun yang membayarnya. Di sisi lain, Trie menambahkan, Srintil juga seorang perempuan biasa dengan perasaan wanita pada umumnya, memiliki cinta pada satu lelaki.
Menurut Trie, bagi dukuh paruk ronggeng tidak dilihat sebagai sesuatu yang cabul dan jorok. Ada nilai-nilai budaya dan kontruksi sosial dalam budaya ronggeng yang dibalut dengan tradisi Banyumas. Ronggeng hadir sebagai martabat bagi mereka.
Dari kesenian ronggeng, kita dapat belajar tentang keterbukaan pikiran. Baik dan buruk, benar dan salah itu relative, bergantung sejauh mana kita dapat memandang.
“Tidak ada keberanaran yang mutlak tlak.., atau salah yang mutlak tlak. Apalagi menyangkut budaya dan adat serta tradisi, dan itu menunjukan Indonesia ini amat sangat kaya,” pungkasnya.
Penulis: Moh.Azzam