Kita sadar, bahwa dari kecil telah diajarkan bagaimana cara menulis. Dari cara menulis satu bentuk huruf abjad atau huruf hijaiyah (arab). Selain dari pengalaman waktu kecil, kita bisa melihat seorang anak balita, yang duduk dikelas satu Sekolah Dasar (SD), mereka belajar menulis dengan melihat contoh tulisan yang dituliskan oleh gurunya di papan tulis kemudian ia menirukannya. Meskipun begitu, kita tahu hasil tulisan balita dari meniru tersebut jauh dari kata sempurna. Ya, karena mereka baru awal belajar menulis.
Hal itu tidak jauh berbeda dengan proses dari seorang penulis, baik itu penulis artikel, esai, berita bahkan penulis buku sekali pun. Jika kita berharap tentang bagusnya tulisan padahal kita baru saja mengawalinya, pasti yang didapat adalah jauh dari kata harapan dan kesempurnaan. Namun, hal itu jangan dijadikan penghambat untuk terus berkreasi menyuarakan gagasan melalui tulisan. Tidak ada sesuatu yang instans, kecuali indomie, sarimi, dan kawanannya.
Yang sulit itu mengawali. Tetapi kesulitan-kesulitan pasti ada jalan untuk kembali pada kemudahan. Dalam hal membaca, saya pernah melihat quotes dari Mata Najwa (Duta Baca Buku) yang bertulis, “hanya cukup dengan satu buku untuk bisa gemar membaca”.
Ketika saya berkunjung ke rumah Soesilo Toer di Blora, adik dari Pramoedya ananta Toer, disela-sela obrolan, Ada sebuah kalimat yang dilontarkan beliau kepada saya. Dan, kalimat itu bisa jadi motivasi bahkan menjadi bagian dari penghinaan bagi saya.
Kalimat tersebut berisi tentang cara untuk mengawali dan supaya gemar untuk menulis. Dengan bunyi kalimatnya seperti ini, “Itu di luar rumah ada apa?” Soes bertanya, kemudian saya menjawabnya “Ada pohon dengan daun yang berjatuhan di bawahnya,” lantas Soes menanggapi lagi “Nah, itu kan sudah bisa jadi bahan tulisan,” kemudian dia tertawa (bahagia atau menghina, saya tak tahu).
Dari percakapan tersebut, saya sangat merasa bodoh. Tetapi, di situlah setelah saya pulang dari rumahnya, di perjalanan berpikir tentang pesan yang tersirat dari percakapan tadi. Sebuah motivasi atau penghinaan?
Bisa menjadi motivasi dengan alasan, dia menunjukkan cara yang paling sederhana untuk bisa mengawali menulis, dari apa yang kita lihat. Bisa jadi hinaan juga, karena dia menunjukkan kebodohan saya karena ketidakpekaan terhadap sekitar.
Masih banyak lagi, cara untuk mengawali menulis. Seperti buku Pergolakan Pemikiran Islam dari Ahmad Wahib, Catatan Seorang Demonstran oleh Soe Hok Gie. Yang mana buku-buku tersebut adalah buah karya dari catatan-catatan harian mereka.
Bukti-bukti nyata yang telah diajarkan diatas bisa menjadi motivasi kita untuk membiasakan menulis. Dengan cara menuliskan hal-hal kecil, namun tetap pada taraf dibiasakan atau secara terus menerus.
Tentang kualitas tulisan, tak perlu dipikirkan dan dijadikan beban. Namun, harus tetap tidak mudah merasa puas dengan hasil tulisan yang telah dibuat. Supaya ada ruang-ruang untuk terus melakukan perbaikan diri. Bagi penulis pemula yang dipikirkan dan dilakukan adalah tentang kebiasaan membaca dan menulis. Untuk kualitas nanti, hanya masalah proses.
“Awali jangan akhiri dan tidak cepat berpuas diri”
Apakah untuk mengawali sebuah tulisan perlu ribuan motivasi dari quotes-quotes para tokoh? Saya kira tidak. Motivasi yang baik adalah yang berasal dari diri sendiri. Hanya orang frustasi yang butuh motivasi dari luar diri. Eh….
Penulis: M. Iqbal Shukri