Melihat perjuangan kaum buruh dalam memperjuangkan keadilan tentu membuat hati nurani tergugah. Betapa tidak, aspirasi yang mereka suarakan seringkali tidak menemui titik temu di meja pemerintahan.
Sistem kapitalisme di Indonesia memang masih cenderung bersifat sebagai kapitalisme pinggiran; negara berkembang. Ya, negara hanya mampu menjadi perakit dan belum mampu menjadi negara produksi seutuhnya. Ketidakmampuan ini juga diperparah dengan ketergantungan Indonesia terhadap negara-negara kapitalis di dunia.
Tak bisa dipungkiri lagi, kaum Borjuis nasional dan modal asing memang menjadi pengendali utama kinerja buruh. Selain itu, keberadaan mereka yang lebih mementingkan keuntungan finansial daripada kesejahteraan pekerja, menimbulkan kesengsaraan tersendiri di kalangan kaum buruh. Alhasil, kebijakan yang mereka buat pun menjadi pembunuh nyata kaum buruh.
Dalam pandangan Karl Max, kapitalisme itu tidak hanya menimbulkan ketidakadilan (khususnya dalam ranah ekonomi), tetapi sistem tersebut juga dapat merenggut hakikat kemanusiaan yang seharusnya dijaga satu sama lain.
Kapitalisme yang telah mengakar di negeri ini mengakibatkan kontradiksi bagi pekerjanya. Ketika kapitalisme membutuhkan banyak pekerja, mereka akan berusaha mati-matian merayu kaum Proletar.
Jurang kapitalisme pun masih terasa antara pemilik modal dengan pekerja. Ya, mereka (baca: kaum Proletar) bekerja bukan lagi didasari atas minat dan kesenangan terhadap pekerjaan, tetapi lebih karena ‘paksaan’ untuk mendapat rupiah demi kelangsungan hidup.
Permasalahannya, kebijakan kapital tidak serta merta berpihak pada kaum Proletar. Justru semakin ganas dan beringas.
Mei 2013 lalu, sekitar 20 orang buruh pabrik pengolahan aluminium disekap oleh majikannya di Tangerang. Para buruh tersebut dipekerjakan secara tidak layak dan diperlakukan seperti budak.
Bahkan, selama berbulan-bulan mereka dipaksa tinggal di sebuah ruangan semi permanen dengan ukuran 8×6 meter tanpa fasilitas yang memadai (Kompas.com, 4/5/13).
Dari sini, akan timbul pertanyaan yang menggoda, mengapa kaum Proletar saat itu tidak berani melakukan perlawanan? Apakah ancaman lebih besar akan diberikan kaum Borjuis sehingga mereka urung melakukan perlawanan?
Eksploitasi kaum buruh
Mengenai pola produksi yang mencerminkan adanya eksploitasi terhadap kaum buruh, telah lama digunakan oleh Karl Max sebagai suatu bentuk adanya kesenjangan sosial dari perekonomian kapitalis yang cenderung eksploratif daripada kontributif.
Jika melihat kasus yang menimpa kaum buruh pengolahan aluminium di atas, eksploitasi terhadap kaum buruh bisa dibilang sebagai kegagalan system kapitalisme yang terjadi di Indonesia.
Apa yang menimpa kaum buruh tersebut
menandakan adanya kaum Borjuis selaku pemilik modal seakan mempunyai otoriter penuh terhadap kaum Proletar. Sementara pekerja justru menggantungkan hidupnya pada pemilik modal.
Penindasan semacam ini bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Sejarah kelam mengenai penindasan buruh pun telah lama terjadi semenjak masuknya VOC ke Indonesia. Kedatangan VOC tersebut sontak membuat rakyat terutama di pedesaan harus menanggung pedihnya siksaan sistem tanam paksa. Bahkan sebagian dari mereka ada yang tidak digaji sepeserpun.
Dalam tetralogi Pramoedya Ananta Toer juga banyak diulas mengenai penindasan kaum Proletar oleh kaum Borjuis Belanda maupun pribumi di awal abad 20. Anak Semua Bangsa adalah salah satu tetralogi yang bercerita mengenai ketidakberdayaan rakyat pribumi dalam menghadapi kekuatan Eropa.
Penulis: Agus Salim I.