Seberapa sering anda membagikan data pribadi untuk mendaftar akun atau mengikuti kuis di internet? Ketika melakukan hal tersebut, secara sadar kita memberikan data pribadi pada platform digital. Kemungkinan terburuk jika platform itu ternyata bukan resmi dan malah memanfaatkan data pribadi milik kita.
Mungkin kita masih ingat dengan kasus yang membuat geger serta menyeret media sosial Facebook beserta Cambridge Analytica. Saat itu Facebook dinilai telah membocorkan data pribadi milik pengguna untuk dijadikan survey yang kemudian dijual oleh perusahaan dan dibeli oleh politikus guna kepentingan memenangkan suara.
Cambridge Analytica dinilai telah memanfaatkan data pribadi milik pengguna Facebook guna memetakan masyarakat ke dalam beberapa kategori untuk mempengaruhi opini pemegang hak pilih. Data pribadi tersebut digunakan saat pemilu presidan Amerika Serikat tahun 2016 yang akhirnya mengantarkan Donald Trump melaju ke Gedung Putih.
Meskipun kasus ini sempat menggemparkan dunia karena media sosial sebesar Facebook memiliki celah keamanan yang dapat ditembus. Sekilas orang-orang di Indonesia nampak abai apabila kejadian ini juga menimpanya. Sedangkan data privasi yang terkoneksi dengan internet dapat dibajak kapanpun tanpa kita sadari.
Sikap abai ini muncul karena orang tak tahu data pribadinya telah digunakan untuk apa. Mereka merasa informasi yang telah dibajak hanyalah informasi identitas biasa yang tidak penting. Sebaliknya, permasalahan yang muncul terjadi karena ketidaktahuan seberapa besar data yang kita miliki telah dicuri.
Bisa jadi data elektronik banking yang telah tersimpan dalam gawai disalahgunakan dan berakhir dengan nasib uang yang ada raib tak bersisa.
Kita bisa saja memakai akun anonim dengan tujuan penyamaran identitas. Namun, apakah hal tersebut efektif untuk dilakukan? Sedangkan lokasi kita tetap dapat terlacak lewat perangkat elektronik yang digunakan sehari-hari.
Upaya perlindungan privasi seseorang sejatinya telah diusahakan oleh pemerintah dan diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 tahun 2016 tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik. Namun seperti pepatah “tak ada gading yang tak retak” sekalipun sudah terwujud dalam peraturan, kasus penyalahgunaan data pribadi tetaplah ada.
Apalagi di era digital seperti saat ini, memberikan identitas diri merupakan hal yang biasa dilakukan. Misalnya pembelian barang secara online pastinya akan meminta data pembeli, begitupun kuis online maupun aktivitas digital lainnya. Memiliki celah untuk dimanfaatkan oleh pencuri data pribadi.
Kebocoran data pribadi seseorang atau penyalahgunaan data pribadi tanpa sepengatahuan pemiliknya sudah sepatutnya diwaspadai. Sebagai pengguna fasilitas digital meningkatkan sikap hati-hati dan selektif dalam memberikan data pribadi. Karena keamanan dan privasi seseorang bukanlah sesuatu hal yang tak patut untuk disalahgunakan.
Penulis: Eva Nur Yuliana
Discussion about this post