
Padahal sudah kuingatkan, tapi diam-diam kau menyelinap dalam puisi.
Sampai-sampai aku lupa, mana kemanusiaan, mana cinta, mana benci, mana namamu yang kueja itu.
Sebelum titik tanda henti, Kuhardik Kau
PENIPU!
*
Aku bayang-bayang, serumu.
Di antara gelap puisimu, aku lilin yang murung
lembaran-lembaran berdebu dan usang di perpustakaan, kolong meja
itu aku yang berdebu tak pernah kau baca lagi.
Aku masih di sana, katamu.
Yang tak pernah kau pungut lagi, di antara sudut kamar berantakan bersama sisa-sisa bungkus jajan pabrikan, putung rokok atau bercak kopi yang tertumpah sisa malam.
Semarang, 11 November 2022
Penulis: Zaidie Nur