
Amanat.id– Jelang Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) esok hari, sekelompok mahasiswa yang menamai dirinya Aliansi Mahasiswa Perduli Demokrasi Kampus (AMPDK) mendatangi kantor Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) di Kampus I, Selasa (18/12/2018).
AMPDK meminta klarifikasi mengenai sosialisai waktu pencoblosan, perhitungan surat suara, dan kandidat yang terindikasi memalsukan data.
Sebelum itu, AMPDK telah melakukan audiensi bersama Wakil Rektor III Suparman Syukur. Pertemuan tersebut menegaskan bahwa tidak ada aturan yang tercantum dalam UU Pemilwa mengenai IPK minimal untuk pencalonan peserta Pemilwa. Kedua, kampus telah menyerahkan semua wewenang Pemilwa kepada KPM.
“Dari KPM menerima data real dari mereka, jadi kita menerima apa adanya seperti itu,” kata Muhammad Balya Kafabih selaku ketua KPM.
Febi juga menjelaskan, KPM menyediakan 12 ribu surat suara untuk Pemilwa tahun ini. Jumlah tersebut hasil kesepakatan KPM bersama pimpinan kampus, bahwa hanya 65 persen surat suara yang dicetak mahasiswa aktif per prodi.
“Kalau memang sudah habis ya sudah habis, karena sudah ditentukan jumlahanya bersama pimpinan yaitu 65 persen surat suara untuk mahasiswa aktif,” terang Fabi.
Pernyataan tersebut ditanggapi Farhana salah satu mahasiswa yang tergabung dalam AMPDK. Ia mengatakan, semua mahasiswa UIN Walisongo berhak menyuarakan pendapatnya. Mahasiswa asal prodi Pendidikan Bahasa Arab itu cemas kalau ada mahasiswa yang hendak mencoblos tapi surat suara habis.
Adu argumen terjadi, pihak KPM dan APMDK sama-sama tidak ada yang mau mengalah.
Sementara itu Panitia Pengawas (Panwas) Pemilwa, Muhammad Aminnudin menilai, AMPDK terkesan memojokkan KPM.
“Dari tadi pertanyaan-pertanyaan yang terlontarkan sengaja memojokkan KPM, malah menuding KPM merekayasa data DPT dengan tanda tangan palsu, maksudnya bagaimana ini, sangat jelas forum ini hanya ingin memojokkan KPM,” katanya.
Reporter: Rima D. Pram
Editor: Semoroneng Bumi