
Gema takbir berkumandang menandakan berakhirnya sebulan penuh berpuasa. Tiba waktunya bagi umat Islam merayakan Idul Fitri dengan hati yang bersih dan saling memaafkan.
Biasanya lebaran identik dengan mudik, bagi-bagi THR, dan baju baru. Namun, ada juga tradisi lain yang ternyata jarang diketahui oleh orang. Keberagaman yang dimiliki, membuat tiap daerah di Indonesia memiliki cerita tersendiri saat lebaran.
Tradisi saat lebaran yang digunakan untuk mengekspresikan rasa syukur dan penuh maaf setelah sebulan penuh berpuasa. Tentunya juga menyimpan makna mendalam, bukan hanya sekadar perayaan semata.
Di bawah ini Amanat.id merangkum lima tradisi lebaran orang Indonesia yang jarang diketahui.
1. Perang Topat, Lombok
Jika Afghanistan punya perang telur, Indonesia punya Perang Topat.
Perang Topat adalah tradisi saat lebaran yang turun-temurun dilakukan oleh Suku Sasak, sepeninggalan penjajahan Bali di Lombok. Saat Perang Topat, masyarakat mengenakan pakaian adat Sasak dan Bali untuk berkumpul di Pura Lingsar mengadakan persembahyangan. Setelah itu barulah saling melempar ketupat.
Bukan bertujuan untuk memulai perpecahan, melainkan mempererat hubungan antar umat Islam dan Hindu. Warga percaya bahwa dengan melempar ketupat, keinginan dan harapan mereka akan terkabul.
Ada beberapa kegiatan yang digelar sebelum dan sesudah Perang Topat, di antaranya memasang Abah-Abah, Napak Tilas Negelingan Kerbau, dan Persembahyangan.
2. Tari Topeng Muaro Jambi
Jika biasanya labu dimasak sebagai kolak, maka di Jambi digunakan sebagai topeng.
Topeng tersebut dipakai saat Tari Topeng Muaro Jambi. Dibuat dari labu manis, tua, dan berkulit keras, yang kemudian diukir dan dihias dengan cat warna-warni, serta dilengkapi ijuk yang menyerupai rambut.
Tarian ini adalah tradisi turun-temurun selama ratusan tahun, sebagai bagian untuk menyemarakkan Idul Fitri di Desa Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Bukan hanya sekadar hiburan, tarian topeng labu ini melambangkan keunikan dan kearifan lokal. Juga sebagai rasa syukur atas kemenangan melawan penjajah zaman dahulu.
3. Binarundak, Sulawesi Utara
Semuanya pasti tak asing dengan scene Upin Ipin memasak lemang bersama, ‘kan? Ternyata di Indonesia juga ada yang serupa
Namanya adalah Tradisi Binarundak atau membakar nasi jaha bersama-sama oleh Suku Mongondow, Sulawesi Utara, saat lebaran.
Nasi jaha mirip dengan lemang Sumatra, yang berbahan dasar beras serta dimasak dalam batang bambu. Perbedaannya ada pada rasa jahe yang lebih kuat dan gurih dari pada santan.
Nasi jaha yang sudah masak, disajikan dengan cara dipotong-potong, dan didampingi dengan abon ikan cakalang, gulai daging sapi, atau kari.
Tradisi Binarundak dilakukan selama tiga sampai seminggu setelah Idul Fitri. Tradisi ini adalah ajang reuni dan silaturahmi Warga Kotamobagu yang merantau saat kembali ke kampung halaman.
4. Meriam Karbit, Pontianak
Warga Pontianak memiliki cara unik merayakan hari raya, yaitu membuat meriam karbit yang akan dibunyikan di pinggiran Sungai Kapuas.
Meriam karbit adalah permainan tradisional dari kayu mabang atau meranti. Dengan diameter 50-70 cm dan panjang 5-6 m. Karbit yang menyulut lubang kecil di badan kayu akan menghasilkan suara menggelegar.
Idealnya meriam membutuhkan seperempat kilogram karbit untuk menghasilkan suara menggelegar.
Dibutuhkan 3-4 hari untuk membuat meriam karbit. Warga Pontianak biasanya menyiapkan meriam sebelum bulan puasa agar tidak terburu-buru.
Meriam Karbit ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
5. Nyembah Belari, Riau
Tradisi terakhir datang dari Kabupaten Bintan, Provinsi Riau. Tradisi ini diberi nama Nyembah Belari. Nyembah Belari adalah silaturahmi secara cepat.
Anak-anak berusia enam sampai sekolah dasar beramai-ramai mengunjungi setiap rumah dengan berlari atau berjalan cepat, sambil membawa kantung plastik.
Anak-anak tersebut tidak masuk rumah, hanya berdiri di teras dan menadahkan tangan menunggu pernak-pernik yang diberikan oleh tuan rumah tanpa paksaan.
Mereka biasanya mengitari area Masjid Raya di Desa Batu Lepuk, Teluk Sekuni, Desa Melayu, dan Desa Kukup.
Tradisi di tiap daerah sudah sepatutnya dijaga dan dilestarikan, sebagai bagian dari rasa hormat dan cinta tanah air. Jangan jadikan perbedaan hanya untuk memecah belah.
Revina Annisa Fitri