Sudah setengah bulan lebih Ramadan dilaksanakan. Seiring berjalannya bulan yang penuh keberkahan ini, tak sedikit orang yang berlomba-lomba untuk mendapatkan pundi-pundi pahala. Selain Ibadah puasa yang diwajibkan, pada bulan ini masyarakat melaksanakan Ibadah sunah lainnya seperti salat tarawih, tadarus al-Quran, bersedekah, dan lainnya.
Sayangnya, semangat Ibadah tersebut lambat laun menurun, yang awalnya hari pertama bulan Ramadan semangatnya bergelora, bisa bertahan sampai pertengahan bulan saja.
Bisa dilihat, ketika kita melaksanakan Ibadah salat tarawih. Pada hari pertama mayoritas ruangan masjid dan musala penuh. Bahkan sampai ruangan yang disediakan tidak muat. Al-hasil pihak pengurus masjid menyediakan alas tikar atau karpet, guna untuk menampung jamaah yang ingin ikut salat tarawih diluar masjid.
Namun, suasana tersebut hanya bisa dilihat pada minggu-minggu awal bulan Ramadan. Seiring berjalannya waktu, seketika berubah. Jumlah jamaah menyusut drastis. Hingga ruangan di dalam masjid yang awalnya penuh menjadi longgar dan hanya menyisakan beberapa shaf (baris) saja.
Dalih orang yang suka tidur saat puasa
Selain penurunan semangat diatas, pada bulan Ramadan akan ditemui orang-orang yang lebih suka tidur atau bermalas-malasan. Hal ini menandakan tidak hanya terjadi penurunan, tetapi menjalankan puasa dengan sia-sia.
Tidak sedikit dari teman kita, yang hari-harinya di iringi dengan kebiasaan tidur seharian. Baik itu di kantor, kelas, atau lainnya.
Dengan dasar argumen arti potongon salah satu hadis yang artinya “Tidurnya orang yang berpuasa adalah Ibadah”
Padahal jika kita tahu, hadis yang dijadikan sebagai dalih tersebut tergolong hadis yang dhaif (lemah). Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Syua’abul Iman. Lantas Imam Suyuti menukil hadis itu dalam al Jami’ al Shagir kemudian mendhaifkannya. Sebab menurut Imam Baihaqi dalam hadis tersebut terdapat perawi yang dianggap sebagai rawi yang dhaif diantaranya Ma’ruf bin Hisan dan Suliman bin Amr an’Nakha’i.
Mayoritas ulama hadis berpendapat jika Sulaiman adalah rawi dhaif. Seperti halnya Imam Bukhari pun mengatakan jika hadis Sulaiman tersebut matruk alias semi palsu.
Jadi, tidak bisa dibenarkan jika orang bermalas-malasan dengan dalih argumen hadis diatas.
Bukankah masih banyak Ibadah lain, selain tidur? Padahal jika aktivitas yang dilakukan diniatkan sebagai Ibadah juga akan mendapatkan pahala.
Semangat yang harus tetap dipertahankan.
Setiap individu punya aktivitas sehari-hari. Seorang mahasiswa aktivitasnya kuliah, guru mengajar murid, petani pergi kesawah mengurusi tanaman, pedagang berjualan dipasar dan beberapa profesi lainnya.
Aktivitas-aktivitas tersebut harus tetap dilaksanakan meskipun dalam keadaan puasa.
Kita bisa belajar pada sejarah masa lalu, kemenangan umat Islam di perang badar misalnya. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Ramadan 624 M. Meskipun waktu itu pasukan Islam hanya ber jumlah 313 orang, mereka berhasil menaklukan pasukan kaum musyrikin yang berjumlah 1000 orang. Meskipun dalam hitungan jumlah tak sebanding, berkat kekuasaan Allah bulan Ramadan menjadi saksi kemenangan pasukan Islam.
Selain itu, perlu diketahui pula jika Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan bertepatan pada bulan Ramadan.
Segelintir contoh sejarah yang bisa menjadi pemompa semangat, bukan lagi Ramadan dijadikan sebagai alasan untuk bermalas-malasan.
Ramadan bulan yang istimewa, terdapat sebuah keistimeaan dan keberkahan disetiap harinya. Pundi-pundi pahala yang dilipatgandakan pun ditawarkan oleh Allah pada bulan ini.
Tidakkah mereka tergolong orang yang merugi jika tidak memanfaatkan bulan ini dengan sebaik-baiknya?
Penulis: M. Iqbal Shukri